Tanya Jawab

Syarah Hadits : Wanita Adalah Aurat”

Disusun dan diterjemahkan Oleh:

Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo (‘afallohu ‘anh)

ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ

Kata Pengantar

:ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻭﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺃﻥ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﻋﺒﺪﻩ ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺁﻟﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ 

Sesungguhnya telah datang permintaan dari saudara kita yang mulia Abu Adam Al Maliziy hafizhohulloh untuk saya menjelaskan makna sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam:

« ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻋﻮﺭﺓ، ﻓﺈﺫﺍ ﺧﺮﺟﺖ ﺍﺳﺘﺸﺮﻓﻬﺎ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ‏» ؟

“Wanita itu adalah aurot. Maka jika dia keluar, setan akan menghiasinya.”

Maka dengan memohon pertolongan kepada Alloh, saya menjawab: 

Bab Satu: Kondisi Hadits Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anh Ini Hadits ini diriwayatkan oleh At Tirmidziy dalam “Sunan” beliau (1173) dari Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anh, dari Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam yang bersabda:

« ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻋﻮﺭﺓ، ﻓﺈﺫﺍ ﺧﺮﺟﺖ ﺍﺳﺘﺸﺮﻓﻬﺎ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ‏» ؟

“Wanita itu adalah aurot. Maka jika dia keluar, setan akan menghiasinya.”

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam “Mushonnaf” beliau (7616), Al Bazzar dalam “Musnad” beliau (2061), Ibnu Khuzaimah dalam “Shohih” beliau (1685) dan Ibnu Hibban dalam “Shohih” beliau (5599) dan Ath Thobrobiy dalam “Al Kabir” (10115) dengan lafazh:

« ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻋﻮﺭﺓ، ﻭﺃﻗﺮﺏ ﻣﺎ ﺗﻜﻮﻥ ﻣﻦ ﺭﺑﻬﺎ، ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﻓﻲ ﻗﻌﺮ ﺑﻴﺘﻬﺎ ﻓﺈﺫﺍ ﺧﺮﺟﺖ ﺍﺳﺘﺸﺮﻓﻬﺎ ﺍﻟﺸﻴﻄﺎﻥ ‏» ؟

“Wanita itu adalah aurot. Dan kondisi dia paling dekat dengan Robbnya adalah jika dia ada di kedalaman rumahnya. Maka jika dia keluar, setan akan menghiasinya.” Dan sanadnya shohih.

Dan hadits ini diriwiyatkan dari Ibnu Mas’ud secara MAUQUF (sampai pada Shohabiy) dan MARFU’ (sampai pada Nabi). Dan dua-duanya shohih.

Ad Daruquthniy rohimahulloh berkata setelah menyebutkan perselisihan riwayat ke Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anh: “Dan yang MAUQUF itu shohih dari hadits Abi Ishaq dan Humaid bin Hilal. Dan Yang MARFU’ juga shohih dari hadits Qotadah.” Sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam: “Wanita itu adalah auroh”

‘Auroh adalah kemaluan manusia, dan segala perkara yang kita malu akan dia adalah ‘auroh. (“Mujmalul Lughoh”/Ibnu Faris/ hal. 636).

‘Auroh adalah segala kekurangan yang dikhawatirkan akan menyebabkan timbulnya bahaya, di tapal batas atau di peperangan. ‘Aurotul jibal adalah celah-celah gunung. (“Ash Shihah Tajul Lughoh”/Al Jauhariy/2/hal. 760).

Seakan-akan ‘auroh adalah sesuatu yang harus diawasi karena kekosongan yang ada di situ. Berdasarkan ini ditafsirkan firman Alloh ta’ala:

{ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﺇﻥ ﺑﻴﻮﺗﻨﺎ ﻋﻮﺭﺓ ﻭﻣﺎ ﻫﻲ ﺑﻌﻮﺭﺓ { ‏[ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ : 13].

“Mereka mengatakan: sesungguhnya rumah kami ‘auroh (kosong dan harus diawasi). Padahal rumah mereka bukanlah ‘auroh.” (“Maqoyisil Lughoh”/4/hal. 185).

Maka para wanita itu dijadikan oleh Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam sebagai ‘auroh karena jika dia keluar dari rumahnya kita merasa malu akan itu, dan bahwasanya dia adalah kekurangan yang dikhawatirkan akan menimbulkan bahaya dan harus diawasi agar tidak terjadi fitnah dikarenakan kecondongan jiwa-jiwa kepadanya.

Ibnul Atsir rohimahulloh berkata: “Wanita adalah ‘auroh”, Nabi menjadikan wanita itu adalah ‘auroh karena jika dia itu nampak, kita merasa malu akan itu, sebagaimana kita merasa malu jika ‘auroh itu nampak.” (“An Nihayah Fi Ghoribil Hadits Wal Atsar”/3/hal. 319).

Al ‘Allamah Al Munawiy rohimahulloh berkata: “Wanita adalah ‘auroh” yaitu: wanita itu disifati dengan sifat ini. Dan barangsiapa sifatnya adalah ‘auroh, maka dia itu haknya adalah ditutupi. Dan makna hadits ini adalah: munculnya wanita dan tampilnya dia kepada lelaki adalah buruk. Dan ‘auroh adalah kemaluan manusia, dan setiap perkara yang kita malu akan dia. Nabi mengistilahkan wanita sebagai ‘auroh untuk menunjukkan wajibnya menutupi dia.”

Beliau juga berkata: “Maka jika wanita itu keluar” dari tempat pingitannya. “setan akan menjulurkan matanya untuk melihatnya” yaitu: meninggikan pandangannya kepada wanita itu untuk menyesatkannya atau menyesatkan orang lain dengan wanita tadi, lalu dia menjerumuskan salah satu dari mereka atau kedua-duanya ke dalam fitnah. Atau yang dimaksudkan oleh Nabi adalah: setan manusia. Beliau menamakan manusia tadi sebagai setan dalam rangka penyerupaan. Maknanya: bahwasanya orang-orang fasiq jika melihat wanita tadi telah menampilkan diri, mereka akan memelototkan mata-mata mereka ke arah wanita tadi.

Istisyrof adalah perbuatan mereka, tapi hal itu disandarkan pada setan karena jiwa-jiwa mereka telah menyerap keinginan untuk berbuat kekejian, maka mereka melakukan itu dengan penyesatan dari setan dan dorongan dari setan, dan karena setan itu yang membangkitkan mereka untuk melakukan itu. Ini disebutkan oleh Al Qodhi.” (selesai dari “Faidhul Qodir”/6/hal. 266).

Di antara faidah yang bisa diambil dari hadits Nabi ini adalah: wanita wajib tinggal di rumahnya, dan dia tidak keluar rumah kecuali karena suatu hajat yang halal atau disyariatkan.

Al ‘Allamah Ath Thibiy rohimahulloh berkata: “Dan makna yang langsung bisa dipahami adalah: bahwasanya selama wanita tadi ada di tempat pingitannya, setan tidak berhasrat kepadanya dan tidak pula berhasrat untuk menyesatkan manusia (dengan wanita tadi). Tapi jika wanita tadi keluar, maka setanpun berkeinginan kuat dan membikin manusia berkeinginan kuat kepada wanita tadi, karena wanita adalah tali-tali setan dan perangkap setan yang terbesar.” (sebagaimana dalam “Faidhul Qodir”/6/hal. 266).

Al ‘Allamah ‘Ali Al Qori rohimahulloh berkata: “Atau Nabi menginginkan dengan lafazh setan tadi adalah setan manusia dari kalangan orang-orang fasiq. Yaitu: jika melihat wanita tadi telah menampilkan diri, mereka akan memelototkan mata-mata mereka ke arah wanita tadi, dengan keinginan jelek yang ditebarkan oleh setan ke dalam jiwa-jiwa mereka. Dan bisa jadi maksudnya adalah bahwasanya setan melihat wanita itu sehingga jadilah wanita tadi menjadi termasuk perempuan-perempuan yang jelek setelah sebelumnya dia termasuk dari wanita yang baik-baik.” (“Mirqotul Mafatih”/5/hal. 2054).

Muhammad Abdirrohman Al Mubarokfuriy rohimahulloh: “Makna adalah: bahwasanya munculnya dan tampilnya wanita itu merupakan keburukan. Maka jika dia keluar rumah, maka pandangan setanpun akan terpusat kepadanya untuk menyesatkannya dengan orang lain, dan menyesatkan orang lain dengan wanita tadi, untuk dia menjerumuskan salah satu dari mereka atau kedua-duanya ke dalam fitnah.” (“Tuhfatul Ahwadzi”/4/hal. 283).

Dan ini semua masuk ke dalam firman Alloh ta’ala:

{ ﻭَﻗَﺮْﻥَ ﻓِﻲ ﺑُﻴُﻮﺗِﻜُﻦَّ ﻭَﻟَﺎ ﺗَﺒَﺮَّﺟْﻦَ ﺗَﺒَﺮُّﺝَ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ ﺍﻟْﺄُﻭﻟَﻰ { ‏[ ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ : 33 ].

“Dan menetaplah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian memamerkan diri seperti pameran yang dilakukan oleh para perempuan jahiliyyah yang pertama.”

Al Imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata: “Dan firman Alloh: “Dan menetaplah kalian di dalam rumah-rumah kalian” yaitu: setialah kalian dengan rumah-rumah kalian, maka janganlah kalian keluar tanpa hajat. Dan termasuk hajat yang disyariatkan adalah: sholat di masjid, dengan memenuhi syaratnya, sebagaimana sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam:

ﻻ ﺗﻤﻨﻌﻮﺍ ﺇﻣﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺴﺎﺟﺪ ﺍﻟﻠﻪ، ﻭﻟﻴﺨﺮﺟﻦ ﻭﻫﻦ ﺗﻔﻼﺕ

“Janganlah kalian melarang para wanita hamba Alloh untuk pergi ke masjid-masjid Alloh. Dan hendaknya mereka keluar rumah itu dalam keadaan mereka tidak memakai pengharum.”

Dan dalam riwayat yang lain:

ﻭﺑﻴﻮﺗﻬﻦ ﺧﻴﺮ ﻟﻬﻦ

“Dan rumah-rumah mereka itu lebih baik untuk mereka.” (“Tafsirul Qur’anil ‘Azhim”/6/hal. 409).

Dan beliau juga berkata: “Dan firman-Nya ta’ala: “Dan janganlah kalian memamerkan diri seperti pameran yang dilakukan oleh para perempuan jahiliyyah yang pertama.” Mujahid berkata: “Dulu seorang wanita keluar dan berjalan di tengah-tengah lelaki. Maka yang demikian itu adalah pameran yang dilakukan oleh perempuan jahiliyyah.”

Qotadah berkata: “Dan janganlah kalian memamerkan diri seperti pameran yang dilakukan oleh para perempuan jahiliyyah yang pertama.” Yaitu: jika kalian keluar dari rumah-rumah kalian, janganlah kalian melakukan pameran seperti pameran yang dilakukan oleh para perempuan jahiliyyah yang pertama. Dulu mereka itu punya gaya berjalan, lemah gemulai dan lirikan mata yang indah. Maka Alloh melarang para wanita melakukan itu.”
Muqotil bin Hayyan berkata: “dan janganlah kalian Tabarruj (memamerkan diri) seperti pameran yang dilakukan oleh para perempuan jahiliyyah yang pertama.”

Tabarruj adalah dia menaruh kerudung di kepalanya, tapi dia tidak mengencangkannya untuk menutupi kalungnya, anting-antingnya dan lehernya, sehingga seluruh perhiasan tadi nampak darinya. Dan itu adalah tabarruj. Lalu hukum tabarruj ini meliputi para wanita mukminat.” (selesai penukilan dari (“Tafsirul Qur’anil ‘Azhim”/6/hal. 410).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rohimahulloh berkata: “Maka para wanita itu diperintahkan untuk menyembunyikan diri, menutupi diri dan tidak melakukan pameran dan menampakkan diri.” (“Majmu’ul Fatawa”/22/hal. 149).

Akan tetapi boleh bagi seorang wanita untuk keluar dari rumahnya karena suatu hajat yang dibolehkan atau disyariatkan dengan memenuhi syarat-syaratnya.

Syaikhul Islam rohimahulloh berkata: “Dan perintah untuk menetap di rumah itu tidaklah bertentangan dengan keluar untuk suatu kemaslahatan yang diperintahkan, sebagaimana kalau wanita tadi keluar untuk berhaji dan umroh bersama suaminya dalam suatu safar, karena ayat ini telah turun pada masa hidup Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, dan beliau telah safar dengan para istri beliau setelah itu, sebagaimana beliau safar dalam Haji Wada’ dengan ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha dan yang lainnya. Dan beliau mengirim ‘Aisyah bersama Abdurrohman saudaranya, lalu Abdurrohman memboncengkannya di belakangnya dan meng’umrohkannya dari Tan’im. Dan Haji Wada’ itu terjadi kurang dari tiga bulan sebelum wafatnya Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, setelah turunnya ayat ini.” (“Minhajus Sunnah”/4/hal. 317-318).

Termasuk dalil akan bolehnya wanita keluar rumah karena suatu keperluan dengan syarat aman dari fitnah adalah:

Hadits keluarnya Asma binti Abi Bakr rodhiyallohu ‘anhuma ke kebun suaminya, beliau berkata:

ﺗﺰﻭﺟﻨﻲ ﺍﻟﺰﺑﻴﺮ، ﻭﻣﺎ ﻟﻪ ﻓﻲ ﺍﻷﺭﺽ ﻣﻦ ﻣﺎﻝ ﻭﻻ ﻣﻤﻠﻮﻙ، ﻭﻻ ﺷﻲﺀ ﻏﻴﺮ ﻧﺎﺿﺢ ﻭﻏﻴﺮ ﻓﺮﺳﻪ، ﻓﻜﻨﺖ ﺃﻋﻠﻒ ﻓﺮﺳﻪ ﻭﺃﺳﺘﻘﻲ ﺍﻟﻤﺎﺀ، ﻭﺃﺧﺮﺯ ﻏﺮﺑﻪ ﻭﺃﻋﺠﻦ، ﻭﻟﻢ ﺃﻛﻦ ﺃﺣﺴﻦ ﺃﺧﺒﺰ، ﻭﻛﺎﻥ ﻳﺨﺒﺰ ﺟﺎﺭﺍﺕ ﻟﻲ ﻣﻦ ﺍﻷﻧﺼﺎﺭ، ﻭﻛﻦ ﻧﺴﻮﺓ ﺻﺪﻕ، ﻭﻛﻨﺖ ﺃﻧﻘﻞ ﺍﻟﻨﻮﻯ ﻣﻦ ﺃﺭﺽ ﺍﻟﺰﺑﻴﺮ ﺍﻟﺘﻲ ﺃﻗﻄﻌﻪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺭﺃﺳﻲ، ﻭﻫﻲ ﻣﻨﻲ ﻋﻠﻰ ﺛﻠﺜﻲ ﻓﺮﺳﺦ، ﻓﺠﺌﺖ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﺍﻟﻨﻮﻯ ﻋﻠﻰ ﺭﺃﺳﻲ، ﻓﻠﻘﻴﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻣﻌﻪ ﻧﻔﺮ ﻣﻦ ﺍﻷﻧﺼﺎﺭ، ﻓﺪﻋﺎﻧﻲ ﺛﻢ ﻗﺎﻝ : ‏« ﺇﺥ ﺇﺥ ‏» ﻟﻴﺤﻤﻠﻨﻲ ﺧﻠﻔﻪ، ﻓﺎﺳﺘﺤﻴﻴﺖ ﺃﻥ ﺃﺳﻴﺮ ﻣﻊ ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ، ﻭﺫﻛﺮﺕ ﺍﻟﺰﺑﻴﺮ ﻭﻏﻴﺮﺗﻪ ﻭﻛﺎﻥ ﺃﻏﻴﺮ ﺍﻟﻨﺎﺱ، ﻓﻌﺮﻑ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻧﻲ ﻗﺪ ﺍﺳﺘﺤﻴﻴﺖ ﻓﻤﻀﻰ، ﻓﺠﺌﺖ ﺍﻟﺰﺑﻴﺮ ﻓﻘﻠﺖ : ﻟﻘﻴﻨﻲ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻭﻋﻠﻰ ﺭﺃﺳﻲ ﺍﻟﻨﻮﻯ، ﻭﻣﻌﻪ ﻧﻔﺮ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺑﻪ، ﻓﺄﻧﺎﺥ ﻷﺭﻛﺐ، ﻓﺎﺳﺘﺤﻴﻴﺖ ﻣﻨﻪ ﻭﻋﺮﻓﺖ ﻏﻴﺮﺗﻚ، ﻓﻘﺎﻝ : ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻟﺤﻤﻠﻚ ﺍﻟﻨﻮﻯ ﻛﺎﻥ ﺃﺷﺪ ﻋﻠﻲ ﻣﻦ ﺭﻛﻮﺑﻚ ﻣﻌﻪ، ﻗﺎﻟﺖ : ﺣﺘﻰ ﺃﺭﺳﻞ ﺇﻟﻲ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺑﻌﺪ ﺫﻟﻚ ﺑﺨﺎﺩﻡ ﺗﻜﻔﻴﻨﻲ ﺳﻴﺎﺳﺔ ﺍﻟﻔﺮﺱ، ﻓﻜﺄﻧﻤﺎ ﺃﻋﺘﻘﻨﻲ . ‏( ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ‏( 5224 ‏) ﻭﻣﺴﻠﻢ ‏( 2182 )).

“Az Zubair menikahiku, dan dia tidak punya di tanahnya itu harta ataupun hamba sahaya. Dia tak punya apa-apa selain onta pengairan dan kudanya. Maka aku biasa mengurusi makanan kudanya dan memberinya air minum. Aku menjahit timbanya dan membikin adonan. Aku belum pandai membikin roti. Yang biasa membikin roti adalah para tetangga kami dari Anshor. Mereka adalah para wanita yang bagus dalam memenuhi hak tetangga. Dan aku biasa memikul di atas kepalaku biji-biji kurma dari tanah Az Zubair yang diberikan oleh Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam. Jarak tanah tadi dari rumahku adalah dua pertiga farsakh. Pada suatu hari aku datang dalam keadaan biji-biji kurma ada di atas kepalaku. Lalu aku berjumpa dengan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam yang disertai sekelompok dari Anshor. Lalu beliau memanggilku, lalu berkata (kepada ontanya): “Ikh ikh (isyarat pada onta untuk menurunkan badan).” Untuk beliau membawaku di belakang beliau. Tapi aku malu untuk berjalan bersama para pria. Dan aku ingat Az Zubair dan kecemburuannya. Dia termasuk orang yang paling pencemburu. Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam tahu bahwasanya aku telah merasa malu, maka beliaupun berlalu. Lalu aku mendatangi Az Zubair seraya berkata: “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam berjumpa denganku dalam keadaan di atas kepalaku ada biji-biji kurma, dan beliau disertai para shohabat beliau. Lalu beliau menurunkan onta agar aku naik. Tapi aku merasa malu kepada beliau dan aku tahu kecemburuanmu.” Maka Az Zubair berkata: “Demi Alloh, engkau memikul biji-biji kurma itu lebih berat bagiku daripada engkau naik kendaraan bersama beliau.”
Sampai Abu Bakr mengirimkan kepadaku setelah itu seorang pembantu yang menggantikan aku mengurusi kuda. Maka seakan-akan dia memerdekaan aku.” (HR. Al Bukhoriy (5224) dan Muslim (2182)).

*******

Pertanyaan: Apakah di dalam hadits tadi ada dalil bahwasanya wanita boleh membuka wajahnya, karena Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam tahu bahwa dia adalah Asma rodhiyallohu ‘anha?

Jawabannya adalah seperti yang disebutkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar rohimahulloh: “Yang nampak bagiku adalah bahwasanya kisah ini terjadi sebelum turunnya ayat hijab dan disyariatkannya hijab. Aisyah telah berkata sebagaimana telah terdahulu di tafsir surat An Nur:

ﻟﻤﺎ ﻧﺰﻟﺖ ﻭﻟﻴﻀﺮﺑﻦ ﺑﺨﻤﺮﻫﻦ ﻋﻠﻰ ﺟﻴﻮﺑﻬﻦ ﺃﺧﺬﻥ ﺃﺯﺭﻫﻦ ﻣﻦ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺤﻮﺍﺷﻲ ﻓﺸﻘﻘﻨﻬﻦ ﻓﺎﺧﺘﻤﺮﻥ ﺑﻬﺎ

“Ketika turun ayat: “Dan hendaknya para wanita itu mengulurkan kerudung-kerudung mereka ke leher-leher baju mereka” mereka mengambil kain-kain sarung mereka dari bagian tepinya, lalu mereka merobeknya dan berkerudung dengannya.”

Dan senantiasa kebiasaan para wanita dulu dan sekarang adalah mereka itu menutupi wajiah-wajah mereka dari para pria yang bukan mahrom”
(selesai dari “Fathul Bari”/9/hal. 324).

Dan termasuk dalil tentang bolehnya wanita keluar rumah juga adalah: bolehnya dia ziaroh kubur jika aman dari fitnah.

Dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anh yang berkata:

ﺃﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﺃﺗﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﺗﺒﻜﻲ ﻋﻠﻰ ﺻﺒﻲ ﻟﻬﺎ – ﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ : ﻋﻨﺪ ﻗﺒﺮ – ، ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ : ‏« ﺍﺗﻘﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﺻﺒﺮﻱ ‏» ، ﻓﻘﺎﻟﺖ : ﺇﻟﻴﻚ ﻋﻨﻲ، ﺇﻧﻚ ﻟﻢ ﺗﺼﺐ ﺑﻤﺼﻴﺒﺘﻲ – ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ : ﻭﻣﺎ ﺗﺒﺎﻟﻲ ﺑﻤﺼﻴﺒﺘﻲ .- ﻓﻠﻤﺎ ﺫﻫﺐ، ﻗﻴﻞ ﻟﻬﺎ : ﺇﻧﻪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻓﺄﺧﺬﻫﺎ ﻣﺜﻞ ﺍﻟﻤﻮﺕ، ﻓﺄﺗﺖ ﺑﺎﺑﻪ، ﻓﻠﻢ ﺗﺠﺪ ﻋﻠﻰ ﺑﺎﺑﻪ ﺑﻮﺍﺑﻴﻦ، ﻓﻘﺎﻟﺖ : ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻢ ﺃﻋﺮﻓﻚ، ﻓﻘﺎﻝ : ‏« ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺼﺒﺮ ﻋﻨﺪ ﺃﻭﻝ ﺻﺪﻣﺔ ».

“Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam pernah mendatangi seorang wanita yang tengah menangisi anak bayinya. –dalam riwayat lain: di suatu kuburan-. Maka beliau bersabda: “Bertaqwalah engkau kepada Alloh dan bersabarlah.” Maka dia berkata: “Pergilah engkau dariku, karena sungguh engkau tidak tertimpa dengan musibahku. –dalam riwayat yang lain: dan engkau tidak peduli dengan musibahku-”. Lalu dikatakan padanya: “Sesungguhnya beliau itu adalah Rosululloh.” Maka wanita tertimpa keterkejutan bagaikan kematian. Lalu dia mendatangi pintu rumah beliau. Dia tidak mendapati adanya para penjaga di pintu beliau. Lalu dia berkata: “Wahai Rosululloh, saya belum mengenal Anda.” Maka beliau bersabda: “Hanyalah kesabaran (yang berpahala itu) pada awal hantaman.” (HR. Al Bukhoriy (1283) dan Muslim (926)).

Ibnu Hajar rohimahulloh berkata: “Sisi pembolehan wanita ziaroh kubur adalah jika aman dari fitnah. Dan yang mendukung bolehnya adalah hadits dalam bab ini. Dan segi pendalilan darinya adalah bahwasanya Nabi sollallohu ‘alaihi wasallam tidak mengingkari wanita tadi duduk di sisi kuburan. Dan persetujuan beliau adalah hujjah.” (“Fathul Bari”/3/hal. 138).

Dan masih ada beberapa dalil yang lain.

Termasuk dari faidah hadits bab ini adalah seperti yang diucapkan oleh Al Qodhi Mahmud bin Ahmad Al ‘Ainiy rohimahulloh: “Karena beliau shollallohu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwasanya wanita itu adalah ‘auroh. Maka secara pasti bisa diambil kesimpulan bahwasanya melihat kepadanya adalah harom.” (“Al Binayah Syarhul Hidayah”/2/hal. 124).

Fadhilatusy Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad hafizhohulloh berkata: “Maka wajib bagi wanita untuk menutupi badannya sampai bahkan wajahnya dari para pria yang bukan mahrom.” (“Syarh Syuruthish Sholah Wa Arkaniha”/Al ‘Abbad/hal. 34).

ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﺃﻋﻠﻢ ﺑﺎﻟﺼﻮﺍﺏ، ﻭﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﺭﺏ ﺍﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ

Malaysia, 24 Romadhon 1436 H 

Faedah dikirim oleh Al akh Abû Ayyasi Al-Jakartiy dari Abû Hanif Sufyan dinukil di majmu'ah Thaifah Al-manshuroh

Tinggalkan Balasan Ash Habul Hadits