Kesesatan & Hizbi, Manhaj Ahlus Sunnah

PEDANG TAJAM MEMBABAT RANTAI SERANGAN YANG JAHAT (Bagian 4)

pedang 4

BAGIAN KEEMPAT

Diizinkan Penyebarannya Oleh Asy Syaikh Al ‘Allamah:

Abu Abdurrohman Yahya bin Ali Al Hajuriy

Semoga Alloh menjaga beliau

Ditulis Oleh:

Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Indonesiy Al Jawiy

Semoga Alloh memaafkannya

BACA SELENGKAPNYA DISINI !

DOWNLOD ILMUNYA DISINI !

Uncategorized

PENJELASAN SINGKAT TENTANG DA’WAH SYAIKH AL-HAJURI YANG BERMANFAAT BAGI ORANG-ORANG BERBAKTI DAN MENGALAHKAN ORANG YANG JAHAT DAN KEJI Bag 2

PENJELASAN SINGKAT TENTANG DA’WAH SYAIKH AL-HAJURI

YANG BERMANFAAT BAGI ORANG-ORANG BERBAKTI

DAN MENGALAHKAN ORANG YANG JAHAT DAN KEJI

 

(Bantahan terhadap tulisan Muhammad Al Imam: Al Ikhtishor libayani ma fi Thoriqotil Hajuriy minal Adhror) 

Bagian kedua

Oleh:

Asy Syaikh Abu Bilal Al Hadhromiy –Hafidhohulloh– 

Alih Bahasa:

Abu Umar Ahmad Rifai bin Mas’ud Al Jawiy Al Indonesiy –ghofarollohu lah–

Judul Asli:

“AL IKHTISHOR LIBAYANI MA FI DA’WATIL HAJURI MINAN NAF’I LIL ABROR WAL KABTI LIL ASYROR”

Terjemah Bebas:

“Penjelasan Singkat Tentang Dakwah Syaikh Hajuri Yang Bermanfaat Bagi Orang-orang Berbakti Dan mengalahkan Orang Yang Jahat dan Keji”

 

(Bantahan terhadap tulisan Muhammad Al Imam: Al Ikhtishor libayani ma fi Thoriqotil Hajuriy minal Adhror)

Oleh:

 Asy Syaikh Abu Bilal Al Hadhromiy –Hafidhohulloh–

Alih Bahasa:

Abu Umar Ahmad Rifai bin Mas’ud Al Jawiy Al Indonesiy –ghofarollohu lah–

بسم الله الرحمن الرحيم

Ketika terjadi fitnah Rofidhoh, orang-orang menunggu apakah yang akan terjadi pada Al Hajuriy dan murid-muridnya. Siapa saja yang menyaksikan sebagaimana yang kami saksikan, melihat seperti apa yang kami lihat, bagaimana syaikhuna -hafidzohulloh- dalam mengatasi permasalahan Rofidhoh, demi Alloh pasti menyaksikan keajaiban yang menakjubkan dari siasat beliau.

Dengarkanlah rekaman suara beliau ketika itu, bagaimana beliau menyelesaikan permasalahan tersebut, bagaimana pula beliau menyiasati orang-orang kotor dan najis tersebut, yaitu Rofidhoh.

Pada waktu itu kita dalam keadaan sangat lemah, tidak ada persiapan pasukan dan tidak ada persiapan materi, bukankah demikian wahai ikhwan? Akan tetapi bersama kita ada yang lebih berarti daripada itu, yang mana itu adalah sebab dari sekian sebab-sebab yang Alloh perintahkan kita untuk mengambilnya,

{وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ} [الأنفال: 60]

“Dan persiapkanlah bagi mereka (musuh) apa yang kalian mampu dari kekuatan dan dari kuda-kuda yang ditambatkan, yang dengan itu kalian menakut-nakuti musuh Alloh dan musuh kalian” (QS. A Anfal:60)

Kita disertai perkara yang lebih besar daripada itu, yaitu kekuatan iman dan keyakinan bahwasanya pertolongan Alloh pasti datang dalam waktu dekat, dan bahwasanya jalan keluar pasti tiba, tidak bisa tidak, karena Alloh telah mengabarkan tentang hal itu:

{فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا * إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا} [الشرح: 5- 6]

“Maka sesungguhnya bersama dengan kesulitan ada kemudahan, sungguh bersama dengan kesulitan ada kemudahan” (QS. Asy Syarh: 5-6)

Dan berkata seorang penyair:

عَسَى الكَرْبُ الَّذِيْ أَمْسَيْتُ فِيْهِ                  يَكُوْنُ وَرَاءَهُ فَرَجٌ قَرِيْبُ

Semoga kesusahan yang aku berada di dalammya

Akan datang setelahnya jalan keluar yang dekat

Maka kemudian datanglah jalan keluar. Akan tetapi yang perlu diperhatikan di sini adalah bagaimana beliau dalam menghadapi permasalahan tersebut. Yang mana itu menunjukkan atas kecerdikan beliau, luasnya pandangan, serta pengalaman beliau dan semangat dalam menjaga dakwah ini, juga dalam menjaga saudara-saudara beliau. Oleh karena itu beliau tidak menyerah sejak pertama kali, “Ya sudahlah karena kita dikepung, kita menyerah saja,” tidak demikian.

            Maka bagaimana beliau dalam menghadapi perkara-perkara dan kekerasan itu. Beliau duduk berunding dengan orang-orang yang mengaku sebagai penegak perdamaian. Bagaimana ketika itu beliau berbicara dengan mereka. Mereka menginginkan sesuatu dan memakai kalimat yang bermakna umum dan luas, maka Asy Syaikh membatasi apa yang mereka jadikan umum, “Kami ingin seperti ini dan itu” maka Asy Syaikh menjawab, “Baik, tapi harus begini dan begitu” sehingga kita melihat masalah tersebut diselesaikan beliau dengan baik. Kita juga menyaksikan siasat beliau, dan kecerdikan beliau yang luar biasa. Ini semua berkat taufiq dari Alloh.

            Kemudian semakin tersebar dakwah salafiyyah disebabkan kejadian ini, dan Alloh menyingkap kegelapan fitnah tersebut dengan perantaraan orang ini. Fitnah yang telah melanda dakwah salafiyyah ini, yang mana fitnah ini adalah sesuatu yang sudah diatur, bukan semata-mata oleh Rofidhoh, bahkan dari banyak negara yang ingin menekan ahlus sunnah, ingin mencerai-beraikan kebaikan ini, menghinakan dan memusnahkannya sampai akar-akarnya.

Kejadian ini demi Alloh adalah sesuatu yang disengaja oleh musuh-musuh Islam. Oleh karena itu hampir tak terdengar suatu teriakanpun dari semua negara menentang Rofidhoh. Bahkan kebanyakan negara-negara tetangga kita hanya diam saja, termasuk negara kita, tidak ada satupun yang membisikkan sesuatu tentangnya, tidak pula berbicara dengan satu kalimat saja untuk mengingkari kedholiman tersebut. Itu disebabkan adanya tekanan atas mereka, wallohu a’lam.

Bagaimana tidak demikian, sedangkan mereka sebenarnya senang dengan adanya kebaikan ini, baik negeri Yaman sendiri ataupun negara-negara tetangga, akan tetapi mereka mendapat tekanan-tekanan, supaya mereka diam dan tidak berbicara, sampai urusan selesai. Akan tetapi Alloh subhanahu wa ta’ala menghendaki sesuatu.

Yang jelas, bahwa Asy Syaikh dalam perbuatan, siasat dan taktik yang baik dalam menyikapi fitnah tersebut, membuahkan kekuatan bagi ahlus sunnah, beserta kemuliaan dan kemenangan yang luar biasa. Terwujudlah kebaikan yang banyak sekali, di antaranya kita terlepas dari fitnah Rofidhoh.

            Ini semua menurut Al Imam (Muhammad Ar Roimiy) adalah salah satu dari adhror (bahaya) bagi dakwah salafiyyah, demikian juga menurut Al Buro’iy (Abdur Aziz), sebagaimana dia tegaskan itu seraya berkata: “Kami telah menasehatinya, tapi dia tidak mau menerima nasehat masyayikh,” sebagaimana antum dengar dari kasetnya, “Betapa banyak nyawa telah melayang dan harta benda musnah,” dan seterusnya.

            Sementara itu pihak musuh mengakui akan terwujudnya kebaikan yang banyak bagi ahlus sunnah karena adanya fitnah tersebut. Sehingga ada sebagian dari mereka yang berkata kepada Abu Ali Al Fasiq (seorang komandan tinggi rofidhoh dalam pengepungan terhadap Dammaj), “Yahya tadinya tidak pernah dikenal, kemudian kamu datang, wahai Abu Ali, dan mengangkat derajatnya, sehingga Yahya dikenal di seluruh dunia.” Itu menurut mereka, adapun menurut ahlus sunnah, Asy Syaikh Yahya adalah seorang tokoh yang terkenal di kalangan mereka .

            Maka alhamdulillah, telah terwujud kebaikan yang banyak. Adapun mereka para masyayikh, antum sekalian sudah mengetahui bagaimana sikap mereka dalam fitnah ini dan apa yang mereka lakukan. Al Imam berkata dalam salah satu khutbahnya, “Mereka (yang berjihad di Kitaf) adalah para perampok” “Mereka begini dan begitu” dan seterusnya, dan “Rofidhoh adalah orang-orang Islam, kita tidak menghalalkan darah-darah dan harga diri mereka,” dia ucapkan ini pada saat yang tidak perlu untuk diucapkan perkataan seperti ini. Sampaipun kalau misalnya dia meyakini keyakinan yang salah ini, saat seperti ini bukan saat yang tepat untuk mengatakan ucapan-ucapan seperti itu.

Seharusnya tidak ada yang mengucapkan perkataan seperti ini ketika kita sedang ditekan oleh mereka dan kejahatan sedang menimpa kita dari mereka. Tapi ternyata orang ini, karena disebabkan apa yang ada di hatinya, Alloh lebih tahu dengan apa yang disimpan di hati dan di dada-dada manusia, Alloh lebih tahu tentang apa yang ada di hati orang ini.

Dia berbicara dengan kata-kata yang buruk, yang tidak selayaknya bagi dia untuk mengucapkannya. Dia berbicara demi menolong Rofidhoh, walaupun dia mungkin tidak memaksudkan itu, tapi ucapannya ini teranggap sebagai suatu tindakan untuk menolong mereka.

Di sisi lain Al Buro’iy mengatakan, “Aku tidak yakin itu akan berhasil.” Oh, oh, di mana kamu, apakah kamu sudah melihat yang tertulis di Al Lauhil Mahfudz atau bagaimana? Dia juga pernah mengatakan (kepada saudara kita seorang Sunniy bernama Ahmad Hajar yang aktif membela Ahlussunnah terhadap rofidhoh), “Wahai Ahmad, ke mana kamu akan pergi, gunakanlah akalmu, apakah kamu mau pergi ke pernikahan?”

Demi Alloh, dia telah mengolok-olok para pembela kebenaran. Akan tetapi apa yang dia kira tidak akan berhasil itu, ternyata telah berhasil, walillahil hamd, dan terwujud kebaikan yang banyak sekali, terwujud kekuatan dan kemuliaan bagi ahlus sunnah.

Para mujahid datang dari seluruh penjuru negeri, menolong saudara-saudara mereka, dengan mengharap pahala dari Alloh subhanahu wa ta’ala. Maka sebagian mati syahid dan mendapatkan kebaikan yang amat besar. Sebagian yang lain masih hidup, dalam keadaan mulia dan dicintai di kalangan saudara-saudaranya sesama ahlus sunnah, ditambah dengan pahala yang dia dapatkan dengan jihadnya. Ini semua menurut Al Imam adalah suatu bahaya, sebagaimana dalam tulisannya itu.

Adapun menurut kita, sebagaimana kita katakan tadi bahwa judul yang benar adalah “Al Ikhtishor lima fi Da’watil Hajuriy minan Naf’i lil Abror wal Kabti lil Asyror” (Penjelasan singkat tentang Manfaat-manfaat dari dakwah Al Hajuriy bagi orang-orang baik dan penghinaan terhadap orang-orang jahat), karena sesungguhnya Rofidhoh telah terhinakan dengannya dengan kehinaan yang sangat memilukan.

Demikian juga orang-orang yang menanti-nanti kekalahan kita, yang tadinya kita berbaik sangka kepada mereka, ternyata kita mendengar ucapan yang keluar dari mereka menunjukkan atas hal tersebut, di antara ucapan mereka: “Alloh menghukum mereka dengan sebab dosa-dosa mereka”. Yang ini mengatakan demikian dan yang lain ikut mengatakannya dan seterusnya.

Salah seorang dari mereka mengatakan –dan perkataan ini sudah ada yang mengingkari– “Ulama Madinah telah ijma’ demikian juga ulama Makkah dan ulama Yaman atas masalah demikian dan demikian,” padahal sebenarnya para ulama ijma’ dalam menyalahkan mereka itu dalam menyikapi fitnah Rofidhoh.

Tapi apakah kemudian mereka bertaubat? Mereka sama sekali tidak bertaubat, bahkan demi Alloh mereka justru semakin menjadi-jadi dalam fitnah tersebut dan berusaha mencari pembenaran terhadap sikap mereka yang jelek terhadap ahlus sunnah. Maka sebenarnya ijma’ tersebut adalah dalil bagi kami terhadap kalian, bukan sebaliknya.

Asy Syaikh Al Luhaidan, demikian Mufti ‘Amm, juga Asy Syaikh Abdul Muhsin, Asy Syaikh Al Fauzan, Asy Syaikh Robi’, dan ulama Madinah yang lain, mereka semua sepakat bahwa jihad di Kitaf adalah Jihad yang benar, dan bahwasanya wajib untuk memerangi Rofidhoh. Sedangkan mereka (kelompok masyayikh Yaman itu) mengatakan, “Tidak, ini tidak boleh, karena darah Rofidhoh adalah darah yang tak bersalah, kita tidak menghalalkan darah mereka” dan perkataan-perkataan senada yang dikatakan oleh orang yang berjuluk Al Imam ini. Seakan dia bangga dengan julukannya itu.

Demikianlah, sebagian orang kadang tertipu dengan julukannya. Al Imam… imam apakah engkau, wahai hamba Alloh, seorang alim dari para ulama Yaman? Kalian mendapati masyarakat dalam keadaan kosong belum terisi, demi Alloh. Kemudian kalian telah berbuat kebaikan yang banyak, ini adalah benar, demi Alloh, tidak bisa dipungkiri. Dan masyarakat pada waktu itu membutuhkan kebaikan yang ada pada kalian. Kita memohon kepada Alloh agar menulis pahala kebaikan kalian itu dan menjadikannya di timbangan kebaikan kalian.

Akan tetapi tidak boleh bagi kalian untuk merendahkan kebaikan dan dakwah yang penuh dengan barokah ini, yang telah menyebar ke ujung timur dan barat. Tidak ada satu kota atau tempat atau pedalamanpun kecuali antum dapati di sana ada ahlus sunnah. Dan kalian akan dapati di sana ada orang-orang yang telah belajar di tempat ini. Di sana ada mustafid (yang telah mendapatkan ilmu) dan mustafad (orang yang bisa diambil darinya ilmu) dari sini.

Jadi, ini adalah kebaikan yang tidak boleh untuk diingkari, dan tidak boleh bagi kalian untuk berusaha menjauhkan manusia darinya. Hal yang seperti itu akan mendatangkan bahaya bagi kalian.

Adapun kebaikan ini, walhamdulillah, terus berjalan. Asy Syaikh –rohimahulloh– dahulu di antara ucapan beliau kepada kita, “Kita tidak menghawatirkan dakwah ini dari serangan musuh, akan tetapi kita menghawatirkan datangnya bahaya dari kita sendiri. Dakwah ini berjalan dan kita mengikuti di belakangnya seperti ini, layaknya seorang yang buta.” Demikian beliau mengulang-ulang perkataan tersebut, sebagai pengakuan beliau terhadap besarnya keutamaan yang diberikan Alloh subhanahu wa ta’ala kepada beliau. Dan bahwasanya ini adalah sesuatu yang telah dikehendaki oleh Alloh subhanahu wa ta’ala.

Beliau terus-menerus mengulang perkataan yang agung ini, bahwasanya kebaikan ini bukanlah dari usaha kita, tidak pula karena kekuatan kita. Tidak pula karena kefashihan kita, tidak pula karena keberanian kita. Inilah yang menyebabkanterwujudnya kebaikan yang banyak. Dan demikian pula yang kita lihat sekarang ini pada diri Asy Syaikh (Yahya) –hafidzohulloh ta’ala- bahwasanya beliau menempuh langkah ini. Semua yang kita saksikan dari beliau baik ketika terjadi fitnah atau tidak, selalu mengembalikan segala perkara kepada Alloh subhanahu wa ta’ala, dan bahwasanya ini adalah sesuatu yang dikehendaki oleh Alloh subhanahu wa ta’ala. Dan memang demikian, demi Alloh. Maka sudah sepantasnya bagi setiap penuntut ilmu untuk mengembalikan semua perkara kepada Alloh dan tidak membanggakan diri.

Adapun mereka, para masyayikh kita –kalau memang bisa disebut demikian– yang mengaku-aku bahwa mereka mempunyai ilmu dan pengalaman dalam berdakwah, antum mendapati kebanyakan ucapan mereka adalah “Para Masyayikh berkata…” “Para Masyayikh melakukan ini…” “Para Masyayikh berkumpul,” “Para Masyayikh mengeluarkan bayan,” “Para Masyayikh menetapkan,” “Para Masyayikh…” dan “Para Masyayikh…” Seakan-akan bila antum mendegarkan ucapan seperti itu, tergambar di benak antum bahwa ulama ummat telah mengeluarkan ijma’. Wahai akhi… bertaqwalah kepada Alloh.

Sebenarnya kita, demi Alloh, tidak ingin membicarakan seorangpun dari mereka, kita tidak ingin mengatakan bahwa fulan bukan seorang alim, kita tidak menginginkan yang seperti ini sama sekali, demi Alloh. Akan tetapi demikianlah kenyataan yang mau tak mau harus dijelaskan.

Tidak sepantasnya seseorang memakai baju kedustaan, karena ini akan membawa bahaya bagi dirinya. Sebagaimana dikatakan oleh Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wa sallam– :

المُتَشَبِّعُ بِمَا لَمْ يُعْطَ كَلابِسِ ثَوْبَيْ زُوْرً

Yang bergaya dengan sesuatu yang tidak diberikan Alloh kepadanya, perumpaannya seperti seorang yang memakai dua baju kebohongan.”

 

Kebanyakan dari mereka (masyayikh) bergaya dengan sesuatu yang tidak Alloh berikan, wal’iyadzu billah, ini tidak boleh. Alloh tidak akan mengangkat kalian kecuali dengan tawadhu’, Alloh tidak mengangkat derajat seseorang kecuali karena Alloh tahu akan kebaikan yang ada pada dirinya.

Ini (tersebarnya dakwah) juga salah satu dari manfaat, bukan madhorot sebagaimana yang dia sangka.

Dan salah satu hal yang disebutkan dalam risalah tersebut wahai ikhwan, yang dia sangka itu adalah suatu hal yang berbahaya; bahwasanya Asy Syaikh Yahya ketika Muhammad bin Hadi berbicara, demikian juga ‘Ubaid Al Jabiriy, beliau mengeluarkan bantahan untuk keduanya, sehingga menyebabkan bertambahnya “bahaya” yang mengancam dakwah.

Wahai ikhwan, apakah boleh baginya untuk mengatakan perkataan seperti ini? Asy Syaikh Robi’ telah membid’ahkan kita –semoga Alloh menjaga dan memperbaiki keadaan beliau– dengan perkataan bahwasanya tidak diketahui ada sikap ghuluw yang melebihi ghuluw murid-murid Al Hajuriy, bukankah demikian? Tidak pada Rofidhoh, tidak pula pada khowarij dan kelompok-kelompok sesat yang lain. Beliau berkata, “Pada murid-muridnya ada sikap ghuluw yang tidak ada bandingannya” kalimat ini sendiri demi Alloh adalah ghuluw yang melampaui batas, dan tidak boleh untuk diucapkan. Bahkan wajib atas Asy Syaikh Robi’ untuk bertaubat kepada Alloh dari perkatan ini. wajib atas orang yang besar untuk diminta bertaubat. Baik Asy Syaikh Robi’ atau ulama dan orang-orang  sholih yang lain, apabila mereka melakukan sesuatu yang salah dan keliru, wajib atas mereka untuk kembali kepada Alloh, wajib untuk bertaubat dari kesalahan tersebut.

Lain halnya dengan orang ini, dia menjadikan apa yang ada pada ucapan Asy Syaikh Robi’ sebagai sesuatu yang benar maknanya, katanya, “Telah berbicara Asy Syaikh Robi’ tentang murid-murid belau sendiri dengan perkataan demikian dan demikian. Berbicara tentang Al Hajuriy bahwa dia seperti ini dan itu,” demi Alloh ini adalah perkataan yang harom, tidak boleh untuk menyetujui  kesalahan ini. itu akan membahayakanmu, karena kamu tahu bahwa itu salah akan tetapi karena perkataan itu menyerang Al Hajuriy maka kamu menyetujuinya.

Begitu juga orang dari Ibb (Al Buro’iy) berkata, “Orang alim paham terhadap apa yang dia ucapkan.” Intinya mereka mengatakan bahwa Asy Syaikh Robi’ telah berkata dan beliau paham terhadap apa yang beliau ucapkan, sudah berusaha bersabar dan seterusnya.

Wahai ikhwan ucapan yang beliau ucapkan tersebut benar atau salah? Tidak diragukan bahwa perkataan yang diucapkan oleh Asy Syaikh Robi’ itu salah, tidak benar. Dan tidak boleh untuk menyetujui perkataan beliau tersebut.

Kemudian ketika Asy Syaikh (Yahya) mengeluarkan bantahan bagi beliau, mereka berkata, “Fitnah bertambah runyam.” Apakah boleh berkata demikian wahai ikhwan? Bahkan sebaliknya setelah Asy Syaikh mengeluarkan bantahan, terjadi kebaikan yang banyak bagi Asy Syaikh Robi’, barangkali beliau mengoreksi lagi apa yang telah beliau ucapkan, memperhitungkan amalan, karena beliau pasti akan berpindah dari alam dunia ini ke akhirat. Bila dibiarkan saja dan didiamkan, baik dari yang didholimi ataupun orang yang  seharusnya menolong beliau, sedangkan Nabi –shollallohu ‘alaihi wa sallam– telah berkata:

أُنْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُوْمًا

“Tolonglah saudaramu ketika dia berbuat dholim atau didholimi.”

bisa jadi Asy Syaikh (Robi’) menyangka bahwa apa yang beliau ucapkan ini benar. Akan tetapi ketika terjadi bantahan dan dikirimkan sampai kepada beliau, barangkali kemudian beliau mempertimbangkan apakah yang beliau ucapkan itu benar atau salah? Mungkin beliau merenungkan diri sejenak.

Tidak disangsikan bahwa pasti beliau akan kembali kepada yang benar, karena beliau adalah orang yang mencintai kebaikan, orang yang berpegang teguh kepada agama –menurut persangkaan kita dan cukuplah Alloh yang menilai– kalau tidak maka beliau yang akan terkena bahayanya, bila beliau pura-pura tidak tahu terhadap kenyataan yang sebenarnya.

Sedangkan ahlul ilmi, mereka adalah orang yang paling berhak untuk tidak lupa bahwasanya nanti akan berpindah ke alam baka, amalan akan diperhitungkan di depan Alloh subhanahu wa ta’ala. Alloh mensifati ahlul ilmi dengan sifat-sifat yang agung, bahwasanya mereka adalah orang yang paling cepat untuk kembali, mereka adalah orang-orang yang berakal dan berpengetahuan dan seterusnya.

Maka Asy Syaikh Robi’ ketika mendegar bantahan yang tinggi nilainya dan bagus tersebut dari syaikhuna Yahya -hafidzohulloh- akan mempertimbangkan kembali permasalahan itu. Akan tetapi ketika beliau mendapatkan penguat dari kalian di atas kebatilan, dikatakan, “Telah berkata sang pembawa bendera al jarh wat ta’dil, berkata tentang Al Hajuri seperti ini dan itu,” ini akan menggiring beliau kepada hal yang buruk, wal’iyadzubillah. Dan beliau akan mendapatkan dampak negatifnya, sedangkan Nabi kalian telah mengatakan:

أُنْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُوْمًا

“Tolonglah saudaramu ketika dia berbuat dholim atau didholimi.”

Kalian tahu apa maksud kata “berbuat dholim”, dan bagaimana menolong orang yang berbuat dholim, yaitu mencegah dari perbuatan dholimnya.

Maka hal yang seharusnya kalian perbuat adalah kalian duduk dengan Asy Syaikh Robi’, menjelaskan bahwa perkataan beliau itu tidak benar dan tidak boleh untuk diucapkan, yang karenanya permasalahan menjadi semakin membengkak dan kejelekan bertumpuk atas dakwah salafiyyah. Perkataan Anda dijadikan senjata oleh musuh-musuh dakwah salafiyyah. Inilah yang wajib atas kalian, bukan kemudian senang dengan adanya perkataan tersebut, bila kalian memang bersemangat untuk menjaga dakwah salafiyyah dan ingin menjauhkan dakwah ini dari mara bahaya sebagaimana yang kalian dakwakan.

Akan tetapi tidak demikian, sebaliknya mereka menunggu-nunggu kejelekan yang akan menimpa Asy Syaikh, wal’iyadzubillah. Dan mereka bersikap seperti singa terhadap kebaikan ini dan terhadap para penuntut ilmu yang menghadapkan diri terhadap kebaikan ini, terhadap ketaatan dan menghadiri halaqoh-halaqoh ilmu.

Demi Alloh, sebagian dari para “masyayikh” itu tidak mampu untuk mengajarkan pelajaran-pelajaran yang diajarkan oleh saudara-saudara antum di sini. Maka sepantasnya bagi kalian (para masyayikh) untuk bangga terhadap kebaikan ini dan memberi dorongan semangat. Adanya kebaikan ini adalah kebaikan bagi kalian, karena dakwah ini satu. Akan tetapi kalau kalian, sebagaimana yang kalian nyatakan bahwa kalian ingin melepaskan diri dari kami, tapi dengan menuduhkan keinginan itu terhadap Asy Syaikh Yahya, maka ini demi Alloh akan membahayakan kalian, dan membahayakan dakwah kalian.

Demikianlah kenyataannya,

أَسَدٌ عَلَيَّ وَفِي الْحُرُوبِ نَعَامَةٌ … فَتْخَاءُ تَنْفِرُ مِنْ صَفِيرِ الصَّافِرِ

Dia bersikap seperti singa terhadapku, tapi saat perang seperti burung unta

Yang lemah, kabur hanya karena siulan orang yang bersiul

Inilah kenyataan yang kita lihat dan tidak bisa diingkari sama sekali. Maka hendaknya mereka mengasihani diri mereka sendiri.

Adapun dakwah, tidak akan ada yang mampu untuk membahayakannya, selama-lamanya, baik kalian atau selain kalian. Selama kita masih tetap dalam kebaikan ini, tidak akan datang bahaya bagi kami dari arah kalian, tidak pula dari yang melebihi kalian, baik itu Rofidhoh, Amerika atau musuh-musuh Islam yang lain. Selama kita masih berada di bawah perlindungan Alloh subhanahu wa ta’ala dan penjagaanNya, Allohlah yang akan menjaga dakwah ini beserta orang-orang yang membelanya, yang kita menilai mereka adalah wali-wali Alloh –menurut persangkaan kita dan cukuplah Alloh yang menilai–.

Demikian sekelumit manfaat (dari dakwah Asy Syaikh Yahya), sedangkan yang belum disebutkan masih banyak lagi. Akan tetapi karena waktu yang terbatas sebagaimana antum maklumi.

Inilah manfaat-manfaat yang terwujud dengan sebab syaikh yang diberkahi ini. Semoga Alloh memberi keteguhan kepada kita dan kepada beliau, menjaga kita dari depan dan  belakang kita, Dialah yang menguasai dan mampu akan hal itu dan segala puji hanya untuk Alloh.

 

selesai

Uncategorized

PENJELASAN SINGKAT DAKWAH SYAIKH AL-HAJURI YANG BERMANFAAT BAGI ORANG-ORANG BERBAKTI DAN MENGALAHKAN ORANG YANG JAHAT DAN KEJI Bag 1

PENJELASAN SINGKAT DAKWAH SYAIKH AL-HAJURI
YANG BERMANFAAT BAGI ORANG-ORANG BERBAKTI
DAN MENGALAHKAN ORANG YANG JAHAT DAN KEJI

 Bag.1  

Oleh:
Asy Syaikh Abu Bilal Al Hadhromiy
–Hafidhohulloh–

Alih Bahasa:
Abu Umar Ahmad Rifai bin Mas’ud Al Jawiy Al Indonesiy
–ghofarollohu lah–

بسم الله الرحمن الرحيم

Kata Pengantar

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن واله، أما بعد

Berikut ini kami ketengahkan kepada para pembaca sekalian -hafidzokumulloh- bantahan dari Syaikh kami Abu Bilal Al Hadhromi -waffaqohulloh- terhadap tulisan Asy Syaikh Muhammad Al Imam -ashlahahulloh- yang kami dengar langsung dari beliau di sela-sela dars “Mugnil Labib”. Semoga Alloh menjadikan perkataan beliau ini bermanfaat bagi para pencari kebenaran.

Kemudian, bila para pembaca sekalian mendapatkan hal-hal yang kurang pas dari tulisan ini, mohon untuk konfirmasi lewat sms ke +967712688139, barangkali terjadi kesalahan dari penterjemah, dan jangan terburu-buru untuk menisbatkan kesalahan tersebut kepada syaikh kami, wabillahit taufiq.

Berkata Asy Syaikh Abu Bilal Al Hadhromiy –hafidzohulloh–:
“Al Akh (yang mengajukan pertanyaan) mengulangi pertanyaan tentang perkataan Muhammad Al Imam terhadap Asy Syaikh Yahya –hafidzohulloh ta’ala- .

Antum sekalian telah membaca judul tulisan tersebut dan apa yang di bawahnya: “Al Ikhtishor lima fi Thoriqotil Hajuriy minal Adhror” (Penjelasan singkat tentang bahaya-bahaya yang ada pada jalan yang ditempuh Al Hajuriy). Judul ini beserta isinya sebagaimana dikatakan “ja’ja’ah bila thohin” (bunyi lesung tanpa ada yang ditumbuk).

Bila antum membalik kertas tersebut satu demi satu antum akan bertanya: di manakah sisi adhror (bahaya) yang dia sebutkan di bawah judul tersebut, yang barangkali menyebabkan sebagian orang terkesima, –kita memohon keselamatan kepada Alloh– kalau memang dia mau bersikap adil, tentulah dia memberinya judul ringkasan yang bagus:  “Al Ikhtishor lima fi Da’watil Hajuriy minan Naf’i lil Abror wal Kabti lil Asyror” (Penjelasan singkat tentang Manfaat-manfaat dari dakwah Al Hajuriy bagi orang-orang  baik dan penghinaan terhadap orang-orang jahat) Baguskah yang seperti ini atau tidak?

Inilah dia yang betul, karena sesungguhnya setiap orang yang mengamati perjalanan Asy Syaikh Yahya hafidhohulloh, sejak beliau menduduki kedudukan yang mulia ini, yang diberikan oleh Alloh subhanahu wata’ala, akan merasa takjub terhadap bagusnya perjalanan dakwah dan akhlaq beliau. Bahkan sebelum beliau naik menduduki kursi tersebut, yang seakan-akan menurut sebagian orang kursi itu bagaikan kursi pemerintahan, sehingga mereka mereka selalu menyebut-nyebut: “kursi … kursi… kursi…” demikian seterusnya.

Kursi ini, wahai ikhwan, bukanlah sesuatu yang mudah untuk diduduki oleh seseorang dan tidak mudah untuk mengemudikan kebaikan dakwah ini dari atas kursi ini, yang pada hakekatnya hanyalah sebuah kursi dari kayu sebagaimana antum sekalian lihat. Akan tetapi kursi ini adalah tempat menaruhperhatian bagi kawan dan lawan. Lawan memandang kepada kursi ini, sambil terus menunggu kelengahan kita dan mengintai apa yang menimpa kita. Mereka bercita-cita seandainya tempat ini musnah, dan tidak ada seorangpun dari anak-anak kaum muslimin yang mengambil manfaat darinya. Karena sesungguhnya mereka merasa adanya bahaya yang akan menimpa mereka dengan keberadaan kebaikan ini (Dammaj), disebabkan adanya syahwat dan hawa nafsu pada diri mereka, sedangkan tempat ini menjadi penghalang bagi hawa nafsu mereka, penghalang bagi keinginan mereka dan semua keinginan jahat yang ada pada mereka.

Adapun kawan yang saling mencintai, mereka melihat kursi tersebut dengan mata yang ridho, dan menunggu-nunggu kebaikan yang dihasilkan oleh tempat ini. Sehingga mereka memandang kursi tersebut dengan pandangan yang baik, penuh kecintaan dan kasih sayang terhadap para penuntut ilmu dan merasa sangat sedih bila ada yang menimpa mereka. Sebagaimana ketika kita ditimpa fitnahRofidhoh, sebagian mereka ada yang meninggalkan makanan yang sudah dihidangkan sambil berkata: “Saudara-saudara kita di sana, di Dammaj tidak mendapatkan makanan dan dalam keadaan terkepung, sedangkan kita enak-enak makan?” dia meninggalkan makanannya karena melihat dan mendengar apa yang terjadi dengan kita waktu itu.

Adapun musuh, maka sebagaimana dikatakan:

وَعَيْنُ الرِضَى عَنْ كُلِّ عَيْبٍ كَلِيْلَةٌ          وَلَكِنَّ عَيْنُ السُّخْطِ تُبْدِيْ الْمَسَاوِيَا

Dan mata yang ridho itu lemah dari semua semua aib orang yang diridhoi

Akan tetapi mata yang benci, menampakkan kejelekan-kejelekan

Demikianlah halnya orang yang membenci perjalanan dakwah ini, membenci kebaikan ini yang –walillahil hamd– kita bisa menikmatinya dan Alloh memberi kita taufiq kepadanya.

Syaikhuna (Yahya) –hafidzohulloh ta’ala- bagi yang senantiasa memperhatikan dan mengawasi dakwah beliau, sebelum dan sesudah menduduki kursi tersebut, mendapati beliau adalah seorang yang mempunyai kesungguhan yang besar sekali. Mendapati pada diri beliau sikap tawadhu’ (rendah hati), dan kami dahulu melihat demikian dari beliau dengan mata kepala kami sendiri. Beliau duduk di samping tiang masjid, tidak berbicara dengan seseorang kecuali sedikit saja. Bersungguh-sungguh menghafal Bulughul Marom, Alfiyah ibnu Malik, Riyadhush Sholihin dan Al Qur’an. Tidak pernah dijumpai seorangpun duduk di samping beliau sepengetahuan kami kecuali orang yang menyimak beliau Al Qur’an atau Riyadhush Sholihin atau Alfiyah ibnu Malik. Beliau –demi  Alloh– sedikit berbicara. Siapa saja yang mengenal beliau tentu tahu akan ini semua. Beliau sedikit berbicara dan menghadapkan diri untuk menghafal, menghadapkan diri kepada kebaikan.

Tatkala tiba-tiba beliau dibutuhkan (untuk menduduki kursi tersebut), maka beliau menjadi tumpuan persangkaan baik bagi semua ahlus sunnah. Maka segala puji bagi Alloh yang telah memberi beliau taufiq kepada kebaikan ini.

Dan sebagaimana dikatakan oleh sebagian mereka bahwa Asy Syaikh Yahya mengenggam dakwah salafiyyah ini dengan genggaman dari besi. Ini –demi Alloh– adalah benar, walaupun sekarang mereka berusaha untuk mengingkarinya. Inilah yang benar, bahwa Asy Syaikh Yahya mengenggam dakwah ini dengan genggaman dari besi dan beliau mengambil ilmu dengan kuat, mengambil kitabulloh dansunnah rosulNya dengan kuat. Kita tidak menyanjung beliau dan tidak berlebihan dalam menyikapi beliau –segala puji hanya untuk Alloh–. Beliau terkadang benar dan terkadang salah, sebagaimana ahlul ilmi yang lain. Kadang terjatuh dalam kesalahan, bukan seorang yang ma’shum, terbebas dari kesalahan. Kita tidak meyakini beliau terbebas dari kesalahan. Terkadang melakukan kesalahan sebagaimana selain beliau, akan tetapi orang-orang yang memiliki ilmu, mereka segera bertaubat apabila terjadi kesalahan darinya, atau diberi nasehat tentang adanya kesalahan dari mereka, maka mereka segera kembali. Demikianlah keadaan mereka sebagaimana dikatakan oleh Alloh ta’ala:

{وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ} [آل عمران: 135]

“dan tidaklah mereka terus-menerus di atas kesalahan yang telah mereka lakukan, sedangkan mereka mengetahui” (QS. Ali ‘Imron:135)

 

Maka ketika beliau naik ke kursi ini, atas wasiat dari seorang yang paham tentang beliau, wasiat seorang yang mengetahui keadaan murid-muridnya, memilih beliau dari sekian murid-muridnya. Dan waktu itu sebagian mereka memprediksi bahwa beliau (Asy Syaikh Muqbil –rohimahulloh– ) akan memilih orang lain, akan tetapi Alloh menghendaki sesuatu maka terjadilah sesuai dengan yang Dia subhanahu wa ta’ala kehendaki. Hanya bagi Allohlah perkara itu sebelum dan sesudahnya.

Alloh subhanahu wa ta’ala menghendaki dengan ilmu-Nya yang azaliy, untuk memilih orang ini menduduki tempat tersebut. Maka Alloh subhanahu wa ta’ala memberi taufiq kepada Asy Syaikh Muqbil untuk memilih Asy Syaikh Yahya –hafidzohulloh– walaupun disertai dengan usaha sebagian orang yang mondar-mandir menemui Asy Syaikh Muqbil di Saudi, mengatakan bahwa Yahya itu orang yang masih baru dalam dakwah ini, Yahya begini dan begitu, demikian seterusnya. Akan tetapi Asy Syaikh tidak mau kecuali memilih Asy Syaikh Yahya –hafidzohulloh ta’ala– .

Kemudian beliau menulis wasiat yang mereka sebut sebagai wasiat yang agung. Dan memang demikian halnya, itu adalah wasiat yang agung. Beliau juga berwasiat terhadap qobilah beliau (qobilah Wadi’ah) agar jangan ridho Asy Syaikh Yahya diturunkan dari kursi. Seakan-akan Alloh memberi beliau ilham bahwa akan ada yang berusaha merebut kedudukan Asy Syaikh Yahya. Karena tidak ada seorangpun yang diberi kenikmatan kecuali ada yang hasad kepadanya. Ini adalah sesuatu yang dimaklumi oleh semua orang dan tak bisa dipungkiri. Oleh karena itu,  Asy Syaikh Muqbil waspada terhadap perkara ini, dan berwasiat kepada qobilah supaya jangan ridho kalau Asy Syaikh diturunkan.

Beliau juga berwasiat kepada para masyayikh untuk menjaga dakwah ini, menjaga kebaikan ini, yang mana beliau telah mencurahkan untuknya pengorbanan yang banyak, dan menemui banyak cobaan karenanya, mulai dari Rofidhoh, ikhwanul muslimin, sururiyyah, dan ahlul ahwa yang lain. Beliau –rohimahulloh– mendapatkan cobaan dan bersabar dalam menjaga kebaikan ini. Beliau mencintai murid-murid, memberi semangat mereka, semoga Alloh merahmati beliau.

Maka berjalanlah keadaan sepeninggal beliau sesuai dengan yang  beliau wasiatkan. Asy Syaikh Yahya mengajar dan dicintai oleh para masyayikh menurut yang kami lihat dan kami dengar –semoga  Alloh menjaga dan memperbaiki keadaan mereka– dan saling menasehati, saling mengunjungi dan bercengkrama antara mereka.

Sampai kemudian datanglah fitnah orang itu yaitu Abul Hasan, semoga Alloh menghukumnya sesuai dengan perbuatannya. Dia berusaha untuk mencerai beraikan dakwah, dan merasa senang dengan kematian Asy Syaikh Muqbil. Senang karena beliau telah berpindah dari alam dunia ini. Itu ditunjukkan dengan perkataannya, “Masa ketakutan telah berakhir”. Ucapan ini menyingkap apa yang sebenarnya disimpan di hati Abul Hasan Al Mishriy.

Maka tatkala datang fitnah tersebut terjadilah kesenjangan antara Asy Syaikh Yahya dengan para masyayikh. Syaikh Yahya menghujat Abul Hasan, menjelaskan kesalahan-kesalahannya. Dan kami melihat bahwa dia (Abul Hasan) menginginkan sesuatu yang berbeda dari apa yang kami lihat dan kami ketahui dari Syaikh kami (Asy Syaikh Muqbil). Dia ingin menjalankan dakwah ini berbeda dengan jalan cepat yang ditempuh oleh imam kami, allamah Yaman, ahli hadits jazirah Arab, Asy Syaikh Muqbil –rohimahulloh ta’ala– yang mana perjalanan dakwah pada masa beliau bagus sekali.

Maka Abul Hasan berusaha untuk memanfaatkan kesempatan meninggalnya Asy Syaikh Muqbil ini. Bahkan sebelum beliau meninggal, wahai ikhwan, dia berusaha memanfaatkan kesempatan kepergian Syaikh dari Yaman.

Dahulu dia berusaha mendekati Syaikh –rohimahulloh ta’ala–  dan menempatkan Abu Hatim di dekat Syaikh. Abu Hatim, antum sekalian mengenalnya, dia adalah orang dekat Abul Hasan dan salah seorang dari murid-muridnya, dan Syaikhuna (Muqbil) senang kepadanya. Maka Abul Hasan memanfaatkan kecintaan beliau terhadap Abu Hatim untuk selalu menghubungi beliau dan berusaha mendekati.

Pendek kata, Syaikh kemudian meninggal, beliau memberi wasiat tentang murid-murid beliau dan berwasiat untuk warga Dammaj dan juga para masyayikh untuk menjaga dakwah ini dengan baik.

Akan tetapi sebagian orang tidak paham terhadap apa yang dimaksud oleh Asy Syaikh dalam wasiat tersebut, sehingga wasiat ini kemudian menjadi fitnah bagi mereka,  karena mereka memahaminya tidak sesuai dengan yang dimaukan Asy Syaikh. Yang mereka pahami adalah bahwasanya tidak boleh bagi seorangpun untuk menghujat yang lain sampai kita ijtima’ (berkumpul) membicarakan orang tersebut.

Pemahaman seperti ini tidak betul, dan bukan dari manhaj salaf. Tidak pernah dikenal dalam manhaj salaf bila ada seseorang ingin menmenjelaskan kesalahan seseorang, sebelum dia berbicara tentang orang tersebut harus bermusyawarah, apakah orang ini berhak untuk dihujat atau tidak?

Pemahaman seperti ini salah, tidak betul, karena syaikhuna -hafidzohulloh- telah menghujat Abul Hasan ketika Asy Syaikh Muqbil masih hidup, dan kita tidak melihat pengingkaran Syaikhuna Muqbil sebelum beliau meninggal, terhadap Asy Syaikh Yahya. Tidak pula beliau mengatakan: “Wahai para masyayikh, berkumpullah kalian, telitilah permasalahan itu, karena dakwah akan terkena bahaya dan seterusnya,” bahkan Asy Syaikh mengatakan, “biarkanlah dia (Asy Syaikh Yahya) berbicara, karena dia tidak berbicara menurut hawa nafsunya.”

Hari-haripun berlalu, sementara itu Asy Syaikh Muqbil sama sekali tidak ijtima’ (berkumpul) dengan seorangpun hanya karena perkataan Asy Syaikh Yahya tentang Abul Hasan, karena beliau mengenal betul siapa Asy Syaikh Yahya, mengenal agama dan kesholehannya. Muqoddimah beliau terhadap kitab-kitab Asy Syaikh Yahya menunjukkan itu semua.

Asy Syaikh Yahya adalah salah seorang murid beliau yang paling menonjol, bahkan beliaulah yang paling menonjol. Sehingga Asy Syaikh Muqbil mengenal betul beliau karena kedekatan beliau berdua.

 

Yang jelas, wasiat ini telah dipermainkan. Kita tidak mengatakan bahwa wasiat tersebut dipahami dengan pemahaman yang tidak benar, wallohu a’lam. Akan tetapi kemungkinan besar memang ada pihak-pihak yang ingin mempermainkannya,  ingin untuk memelintir leher wasiat tersebut, dan mengarahkannya kepada apa yang diinginkanya.

Di antaranya perkataan bahwasanya tidak boleh bagi siapapun untuk menghujat yang lain sampai bermusyawarah, sampai diadakan majlis khusus yang membahasnya sebelum dia mengeluarkan hujatannya. Ini tidak benar dan tidak boleh pemahaman seperti ini dinisbatkan kepada Asy Syaikh Muqbil –rohimahulloh–. Karena beliau sendiri sudah menghujat banyak ahlul ahwa, sedangkan waktu itu ada Asy Syaikh bin Bazz, Asy Syaikh Al ‘Utsaimin,  Asy Syaikh al allamah Al Albaniy –rohimahumulloh– dan selain mereka dari imam-imam zaman tersebut, dan tidak ada seorangpun sepengetahuan kita yang menentang Asy Syaikh Muqbil: “mengapa berbicara tentang fulan dan seterusnya.”

Sementara yang beliau bicarakan adalah orang yang dekat dengan mereka. Kita contohkan misanya Az Zindaniy. Asy Syaikh bin Bazz mengagungkan dan menghormatinya sampai beliau meninggal, sepengetahuan kita, sampai pernah suatu ketika ada salah seorang dari saudara kita datang kepada Syaikh bin Baz untuk meminta tazkiyah (rekomendasi untuk meminta dana dari pemerintah saudi) untuk sebuah masjid. Orang ini berasal dari negeri kami yaitu dari daerah Qushoi’ir. Maka beliau berkata, “Pergilah dan datang kembali ke sini dengan membawa tazkiyah dari Asy Syaikh Az Zindaniy atau Asy Syaikh Muqbil, setelah itu kami beri seberapa yang kamu minta.”

kesimpulannya bahwa beliau menghormati orang ini (Az Zindaniy), beliau juga menghormati Ahmad Al Mu’allim dan Ahmad Al Mua’llim maklum bagi kita keadaannya. Beliau juga menghormati Syaikhuna Muqbil –rohimahulloh– dengan penghormatan yang sangat, melebihi penghormatan beliau terhadap kedua orang itu.

Ada seseorang mengabarkan kepada saya, namanya Muhammad Habir, dari negeri kami dari daerah Diis, dia berkata: “Suatu ketika aku sholat di suatu masjid,” dia menyebutkan nama masjid itu tapi saya lupa, “Saya sholat di samping Asy Syaikh Bin Bazz, maka beliau mengucapkan salam dan berkata, “Wahai anakku, dari mana asalmu?” aku menjawab, “Dari Yaman,” beliau bertanya lagi, “Abdul Aziz Al Muqolih yang kafir itu dari tempatmu?” aku jawab, “Ya” beliau bertanya, “Kamu kenal Asy Syaikh Muqbil” aku jawab, “Ya” beliau berkata, “Wahai anakku, aku menasehatimu untuk selalu menyertai Asy Syaikh Muqbil, kalau tidak bisa maka kunjungilah walau sekali dalam sebulan” sementara pengawal beliau berdiri di atas kami seperti ini. Beliau membuatku menjadi sangat gembira, dan pembicaraan itu berlangsung beberapa lama sampai membuat gelisah pengawal beliau.

Pendek kata, wahai ikhwan, bahwasanya Syaikhuna (Muqbil) bukan seperti itu cara pandang beliau, dan bukan demikian itu jalan pikiran beliau, yaitu apabila beliau ingin menjelaskan kesalahan seseorang harus bermusyawarah dahulu. Dan bukan demikian pula jalan Asy Syaikh Bin Baz –rohimahulloh– bahkan beliau menjelaskan kesalahan orang yang salah dan mendekatkan diri kepada Alloh dengan perkataan beliau tersebut. Siapa saja yang beliau lihat dia dari ahlul ahwa, dan berhak untuk diperingatkan dari kesalahannya, dan sebagainya.

Akan tetapi perbuatan bid’ah masa kini tadi, kita tidak tahu dari mana datangnya. Terutama di negeri Yaman ini dan imbasnya sampai mengenai beberapa orang di Nejd sekarang, sedang sebelumnya yang seperti ini belum pernah di kenal di kalangan mereka. Apabila ada seseorang menjelaskan kesalahan orang lain, beramai-ramai orang  bangkit menyerangnya, dan bila dia mengeluarkan pernyataan, dengan serta-merta diadakan majlis khusus membahas itu, dikeluarkan bayan-bayan dan seterusnya. Sehingga permasalahan menjadi semakin membengkak, dan timbul berbagai macam bahaya dengan sebab ini semua.

Jadi, ini merupakan sesuatu yang berbahaya yang didatangkan oleh para masyayikh kepada dakwah salafiyyah. Majlis-majlis pertemuan yang diadakan berulang- ulang, setiap kali Syaikhuna berbicara menjelaskan kesalahan orang-orang yang menimbulkan kekacauan dalam dakwah salafiyyah, sedangkan para masyayikh sendiri mengakui itu, tiba-tiba diadakan pertemuan yang berulang-ulang, majlis demi majlis, sarana dan prasarana dicurahkan dan hilang banyak waktu demi membicarakan beberapa perkara yang sebenarnya –demi Alloh– perkaranya lebih sepele daripada itu.

Asy Syaikh berbicara tentang fulan dan kalian tidak sependapat dengan beliau? Mestinya kalian bersikap sebagaimana sikap Asy Syaikh Bin Baz –rohimahulloh ta’ala–, Asy Syaikh al Albaniy, dan para imam dakwah salafiyyah yang lain, dan dakwah tetap berjalan seperti sedia kala, bukankah demikian? Dakwah salafiyyah tetap berjalan dan kebaikan tetap ada, bahkan semakin sempurna.

Akan tetapi tatkala muncul bid’ah ini, muncullah bahaya yang besar mengancam dakwah salafiyyah. Dan perjalanan dakwah mereka mengalami kemunduran, sebagaimana hal itu terlihat dengan jelas. Hal ini dikarenakan mereka sibuk dengan perkara yang tidak ada kebaikannya sama sekali bagi mereka, dan tidak pula bagi dakwah mereka.

Adapun bagi Syaikh kita -hafidzohulloh- dakwah beliau terus berjalan. Beliau berbicara tentang fulan dengan niat mendekatkan diri kepada Alloh dalam perkataan beliau tersebut, dan dakwah terus berjalan. Beliau melihat pada orang tersebut ada kesalahan, membuat kekacauan di ma’had ini, menimbulkan kejelekan wal’iyadzubillah dan menginginkan tumbangnya beliau dengan dakwaan yang besar, maka beliau berbicara tentangnya menjelaskan kesalahannya dan dakwah tetap berjalan.

Beliau tetap dengan pelajaran-pelajarannya, tetap menulis kitab-kitabnya, sehingga menghasilkan kebaikan yang banyak bagi kaum muslimin, berupa kitab-kitab rujukan seperti kitab “Ahkamus Safar“, yang merupakan salah satu kitab rujukan bagi ummat, demikian juga “Ahkamul Jum’ah”,dan “Ahkamut Tayammum” meskipun berupa risalah kecil tapi itu merupakan rujukan yang bermanfaat bagi ummat. Juga kitab “Al Muntaqo” sebagaimana antum ketahui sekarang sudah siap untuk dicetak, dan merupakan kitab syarh yang bermanfaat sekali.

ini semua yang telah saya sebutkan baik “Ahkamus Safar”, “Ahkamul Jum’ah” dan lain-lainnya hanya sebagian kecil saja dari karangan-karangan beliau demikian juga bila dibanding kitab beliau“Syarh Muntaqo Ibnul Jarud“.

Maka lihatlah kesibukan beliau dan lihatlah apa yang dihasilkan beliau, yang dikatakan oleh Al Imam bahwa jalan beliau harus dirubah. Demikian juga Asy Syaikh Robi’ mengatakan bahwa beliau harus dipaksa untuk merubah arah jalannya.

Lihatlah arah jalan beliau dan hasilnya, dan bandingkanlah dengan perjalanan para “masyayikh” dan hasilnya, akan engkau dapati perbedaan yang sangat jauh. Syaikhuna -hafidzohulloh- terus menerus dalam mengajar, tidak pernah berhenti, terus menerus dalam menulis kitab, terus menerus dalam memberikan fatwa, terus menerus dalam memberikan nasehat dan pengarahan, terus menerus dalam mengingkari kemungkaran-kemungkaran dan apa-apa yang terjadi di masyarakat, yang perlu untuk diberikan nasehat padanya. Maka engkau dapati beliau menasehati, mengarahkan, mengingkari dan seterusnya, dan dihasilkan dari hal-hal tersebut kebaikan yang banyak bagi masyarakat, demi Alloh.

Ketika terjadi gerakan reformasi (sebenarnya adalah penggulingan pemerintahan di Yaman), Asy Syaikh menyampaikan nasehat dengan apa yang bisa mendekatkan diri kepada Alloh, dan nasehat beliau pada tempatnya. Di sisi lain kita tidak mendengar suatu nasehatpun dari para masyayikh berkenaan dengan fitnah itu, tidak pula suatu perkataan.

Dan banyak dari orang awam yang mengambil manfaat dari nasehat syaikh kita, karena nasehat tersebut tersebar luas, bahkan sampai disiarkan melalui setasiun televisi (dengan suara saja tanpagambar), sehingga suasana menjadi tenang. Sampai-sampai ada dari para penggerak reformasi yang mengakui bahwa penyebab kegagalan gerakan mereka adalah Al Hajuriy, sedangkan mereka memprediksi hasil reformasi lebih dahsyat dari itu dalam merusak negeri ini. Akan tetapi sebaliknya terjadi kebaikan yang banyak, karena penduduk Yaman mau menerima nasehat. Dan dikarenakan keimanan ada pada ahlul Yaman ditambah dengan sifat-sifat terpuji yang lain, dan di negeri Yaman masih ada sisa-sisa kebaikan walillahil hamd.

Kebaikan masih terus ada, dan tidaklah dakwah ini melainkan sebaik-baik saksi tentang masih adanya kebaikan di negeri Yaman, dan bahwasanya mereka menerima kebenaran, menerima sunnah dan mencintai kitabulloh subhanahu wata’ala.

Intinya bahwa telah terwujud kebaikan yang banyak bagi masyarakat dengan sebab perkataan beliau tersebut. Sehingga ada sebagian orang awam mengabarkan kepada saya, dia berkata: “Saya pernah berdebat dengan seorang anggota partai Ishlah (Al Ikhwanul Muslimin, salah satu partai yang menuntut reformasi), dia berkata demikian, maka saya bantah bahwa Asy Syaikh Yahya berkata begini, dalilnya ini, sedangkan kamu apa dalilmu?” Kata dia, “Ibnu Zubeir memberontak, demikian juga fulan dan fulan…” Saya menjawab, “Asy Syaikh Yahya mengatakan firman Alloh, tapi kamu mengatakan Ibnu Zubeir? Sebutkanlah dalil dari Rosululloh demikian dan demikian, bukan dari Ibnu Zubeir berbuat demikian dan demikian.” Demikianlah, sedangkan dia adalah seorang yang awam, tapi bisa mengambil faedah dari muhadhoroh Asy Syaikh Yahya dan pengarahan beliau.

Lihatlah terciptanya manfaat yang besar bagi ahlul Yaman dengan sebab nasehat-nasehat yang bagus dan besar nilainya yang telah membuahkan hasil.

Demikianlah “bahaya-bahaya” yang disoroti oleh Muhammad Al Imam, “bahaya” yang pertama adalah adanya nasehat-nasehat bagi muslimin ketika terjadi pergolakan reformasi. Ini bahaya atau manfaat? Ini adalah manfaat yang besar sekali. Kitab-kitab yang ditulis beliau tadi, apakah itu bahaya atau manfaat? Hasil didikan beliau dan pelajaran-pelajaran bagus yang beliau ajarkan, demikian juga para penuntut ilmu dengan jumlah yang amat banyak seperti ini, yang mereka mendapatkan apa yang mereka cari, mendapatkan kebaikan di tempat ini, ini semua menurut Al Imam mungkin adalah sebuah bahaya, seakan mereka tidak melihat kebaikan ini, dan tidak menyaksikannya.

Ini adalah kebaikan bagi kalian dan bagi seluruh muslimin. Yang sepantasnya bagi kalian adalah mengangkat kepala karenanya, bangga akan keberadaannya, dan membantunya, bukan sebaliknya kalian menginginkan kemusnahannya wal’iyadzubillah, kalian menginginkan tercerai-berinya kebaikan ini, dan menjauhkan manusia darinya.

Yang seperti inilah yang berbahaya, demi Alloh, berbahaya bagi kalian dan bagi muslimin. Karena sebagian orang mungkin percaya kepada kalian, mendengarkan kalian, menyangka kalian adalah “masyayikh”, mengira kalian adalah para ulama dan seterusnya, sehingga mereka menerima pengarahan kalian.

{لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ} [النحل: 25]

“Supaya mereka memikul dosa-dosa mereka sendiri secara sempurna, dan memikul dosa-dosa orang-orang yang telah disesatkannya tanpa didasari ilmu,”

(Bersambung ke bagian kedua, insyaalloh 

Kesesatan & Hizbi

Penjelasan Dan Bantahan Terhadap Kandungan Tulisan Muhammad Al Imam Yang Berisi Tuduhan (Bagian Kedua/Akhir)

Penjelasan Dan Bantahan Terhadap Kandungan Tulisan Muhammad Al Imam Yang Berisi Tuduhan 

(bagian kedua/akhir)

Ditulis Oleh: Asy Syaikh Al ‘Allamah Abu Abdirrohman Yahya Bin Ali Al Hajuriy حفظه الله 

Diterjemahkan Oleh: Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Jawiy

Dan Abu Umar Ahmad Rifa’i Al Jawiy

Semoga Alloh memaafkan keduanya 

بسم الله الرحمن الرحيم

Judul asli: “At Tabyin Wal Inkar ‘Ala Ma Tadhommanahu Kalam Muhammad Al Imam Al Musamma Bil Ikhtishor”

Terjemah bebas: “Penjelasan Dan Bantahan Terhadap Kandungan Tulisan Muhammad Al Imam Yang Berisi Tuduhan” 

بسم الله الرحمن الرحيم

Pengantar Penerjemah 

الحمد لله وأشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله اللهم صل وسلم على محمد وعلى آله أجمعين أما بعد:

            Ini adalah bagian kedua (terakhir) dari terjemah “At Tabyin Wal Inkar” karya Asy Syaikh Yahya Al Hajuriy semoga Alloh menjaga beliau.

Semoga Alloh menunjuki kita semua ke jalan yang benar.

            Al Adaniy telah membikin fitnah yang telah diketahui di sini. Dan aku mengundang kalian agar kalian menasihatinya. Dan dulu kalian jengkel kepada pendaftaran tersebut.

            Dan demi Alloh, saat itu di kebanyakan waktu aku diam, dalam keadaan mereka itu yang “menamparinya” dengan perkataan. Muhammad Al Imam berkata padanya: “Bakriyyah gaya baru.” Asy Syaikh Abdulloh berkata padanya: “Fitnah menyembul dari bawah kedua telapak kakimu.” Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata padanya: “Kenapa engkau melakukan pendaftaran ini?” Adaniy menjawab: “Anda yang berkata pada saya wahai Syaikh Muhammad.” Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata padanya: “Aku tidak mengatakan itu padamu.” Adaniy menjawab: “Iya, Anda yang mengatakan itu pada saya.” Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata padanya: “Kenapa engkau mengambil perkataanku sendirian? Kenapa engkau tidak minta musyawarah dengan para masyayikh?” dan dia menggelincirkannya.

            Ini adalah hakikat-hakikat yang Muhammad Al Imam merubahnya dan menyebutkannya di sini (dalam risalah dia) dalam keadaan menyelisihi kisah yang benar. Maka aku berwasiat pada kalian untuk bertaqwa pada Alloh dan untuk setia pada kebenaran, dan bahwasanya penyelisihan terhadap kebenaran itu tidak akan ditolong oleh Alloh.

tcuŽÝÇZuŠs9ur ª!$# `tB ÿ¼çnçŽÝÇYtƒ 3 žcÎ) ©!$# :”Èqs)s9 ̓tã ÇÍÉÈ  

“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa”

$pkš‰r’¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qçRqä.ur yìtB šúüÏ%ω»¢Á9$# ÇÊÊÒÈ  

“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”

Dan kalian pasti dengan seidzin Alloh عز وجل mendapati aku jujur. Allohumma (kecuali) jika ingatanku mengkhianatiku atau sebagian dari itu. Jika tidak begitu, demi Alloh sungguh aku berupaya untuk jujur dalam masalah ini dan dalam perkara yang lain.

            Dan juga wahai Muhammad, apakah termasuk dari bahaya yang ada padaku itu adalah bahwasanya aku memberikan kelapangan untuk para hizbiyyin tukang fitnah terhadap Darul Hadits di Dammaj?! Seperti yang engkau lakukan? Sejak zaman Asy Syaikh رحمه الله  dan para hizbiyyun berkata pada teman-teman mereka: “Jika kalian ingin belajar, maka pergilah ke Ma’bar, jangan kalian pergi  ke Dammaj, karena Asy Syaikh Muqbil membicarakan manusia, dan …” dan seterusnya.

Continue reading “Penjelasan Dan Bantahan Terhadap Kandungan Tulisan Muhammad Al Imam Yang Berisi Tuduhan (Bagian Kedua/Akhir)”

Kesesatan & Hizbi

ADA KESAMAAN TENTU ADA PERBEDAAN

bb

ADA KESAMAAN

TENTU

ADA PERBEDAAN

 

Ditulis oleh:

Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limboriy

Semoga Alloh mengampuninya, mengampuni kedua orang tuanya dan mengampuni saudara-saudarinya

 

http://assaabiquunalawwaluun.blogspot.com

1434


بِسم الله الرَّحمنِ الرَّحِيم

الحَمْدُ لله، أَحْمَدُه، وأستعينُه، وأستغفرُهُ، وأَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.

أمّا بعدُ:

Ketika Asy-Syaikh Robi’ mulai melontarkan tuduhan kepada Syaikhuna Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al-Hajuriy Hafizhohulloh maka para hizbiyyin diberbagai penjuru dunia bergembira dengan hal tersebut, mereka bergembira karena merasa berhasil menyeret satu persatu dari para ulama ke dalam barisan mereka, mulai dari ulama di Yaman hingga ulama di Saudi Arobia.

Syaikhuna Abu Abdirrohman Yahya bin Ali Al-Hajuriy Hafizhohulloh karena merasa dizholimi oleh Asy-Syaikh Robi’ dengan tuduhan dan komentar ngawurnya maka Syaikhuna membantahnya dengan hujjah yang kokoh, apa yang dilakukan oleh Syaikhuna sebagai perwujudan terhadap perkataan Alloh (تعالى):

{لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا} [النساء: 148]

“Tidaklah Alloh menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dizholimi. Dan Alloh adalah As-Sami’ (Maha mendengar) lagi Al-‘Alim (Maha mengetahui)”. (An-Nisa’: 148).

Setelah bantahan Syaikhuna tersebar luas maka marahlah para hizbiyyun, mereka tidak peduli siapa pun yang berbicara atau mengingkari kemungkaran mereka maka mereka langsung mencelanya, menghinanya dan berbagai tingkah laku jelek dimunculkan, sampai prilaku jelek mereka yang dahulu, kini mereka munculkan kembali, para majhulin (orang-orang yang tidak dikenal) ikut mengambil andil, sampai ada seseorang yang menggunakan nama Al-Jarh ikut melampiaskan kemarahannya, mencela, mencaci dan mela’nat kami, karena kami mengingkari kemungkaran mereka dan membantah mereka, mereka teriak dan menampakan kemarahan dan kejengkelan terhadap siapa saja yang bersama Syaikhuna di atas al-haq, mereka jengkel setengah mati:

{مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ} [آل عمران: 119]

“Matilah kalian karena kejengkelan kalian itu, sesungguhnya Alloh adalah Al-‘Alim (Maha Mengetahui) terhadap segala isi hati”. (Ali Imron: 119).

 Kali ini mereka menampakan persatuan, Dzul Qornain bin Muhammad Sanusi Al-Maliy mulai angkat bicara, Luqman Ba’abduh mulai bergerak dan menggerakan jaringannya, begitu pula yang memiliki keterkaitan dengan mereka ikut dipanas-panasi, sungguh benar apa yang telah Alloh (تعالى) katakan:

{وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ} [الأنعام: 112]

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaithon-syaithon (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Robbmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan”. (Al-An’am: 112).

Demikianlah keadaan ahlul bathil yang saling membisikan perkataan-perkataan dan selalu bersatu padu serta berserikat dalam memusuhi para pembawa kebenaran.

Mereka bangkit beramai-ramai, yang bisa berceramah berkomentar, mencela dan menghina di dalam ceramahnya, yang bisa menulis melakukan seperti itu di dalam tulisannya, yang tidak bisa ceramah dan tidak bisa menulis melontarakan celaan, cacian dan cemoohan serta la’nat dan berbagai ungkapan kotor dan jijik, namun semua itu tidak ada harganya dan tidak akan memudhoratkan para pembawa kebenaran:

{فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ} [الرعد: 17]

“Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka dia tetap di bumi. Demikianlah Alloh membuat perumpamaan-perumpamaan”. (Ar-Ro’d: 17).

Bahkan dengan sikap mereka yang menampakan kejelekan dan kezholiman itu akan memudhoratkan mereka sendiri:

{يَوْمَ لَا يُغْنِي عَنْهُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (46) وَإِنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا عَذَابًا دُونَ ذَلِكَ وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ (47)} [الطور: 46، 47]

“(Yaitu) hari ketika tidak berguna bagi mereka sedikit pun tipu daya mereka dan mereka tidak ditolong. Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zholim ada azab selain dari itu, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”. (Ath-Thur: 46-47).

Pada kesempatan ini Insya Alloh kami akan sebutkan kesamaan dan perbedaan masing-masing dari mereka, diantaranya dari kesamaan dan perbedaan itu adalah mereka bersepakat dalam mencela dan menghina Ahlissunnah, muncul Abdurrohman Ath-Tholibiy dalam memberikan celaan terhadap Ahlissunnah, ulama dan yang bukan ulama semuanya mendapatkan bagian dari celaan tersebut.

Setelah kemunculan Abdurrohman Ath-Tholibiy maka muncullah Abu Umar bin Abdil Hamid yang didukung oleh Luqman bin Muhammad Ba’abduh dan jaringannya, mereka nampak pada pergerakan mereka ini lebih ngeri, lebih sadis dan lebih kasar, sungguh mereka itu tidak bisa diharapkan kebaikannya:

«خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ، وَشَرُّكُمْ مَنْ لَا يُرْجَى خَيْرُهُ وَلَا يُؤْمَنُ شَرُّهُ»

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang diharapkan kebaikannya dan diamankan kejelakannya, dan sejelek-jeleknya kalian adalah orang yang tidak diharapkan kebaikannya dan tidak diamankan kejelekannya”. Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dari hadits Abu Huroiroh, dari Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).

Abdurrohman Ath-Tholibiy ketika sudah muncul dan mereka mengetahui siapa sebenarnya dia? maka mereka mulai meniru tingkah lakunya dengan memunculkan banyak majhulin (orang-orang yang tidak dikenal), diantaranya Abu Umar bin Abdil Hamid, kemudian di susul Abu Mahfudz Ali, kemudian di susul Abdulloh bin Abdirrohman, terkadang muncul hanya dengan e-mail atau nomor-nomor Hp yang tidak dikenal, kemunculan mereka semuanya bertujuan untuk mengganggu dan menyakiti Ahlissunnah, bahkan tidak hanya Ahlissunnah masyarakat kaum muslimin pun mendapatkan gangguan dan fitnah mereka, dari situlah semakin jelas kalau mereka adalah paling pendusta dan paling liciknya manusia:

{انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَكَفَى بِهِ إِثْمًا مُبِينًا} [النساء: 50]

“Perhatikanlah kamu, bagaimana mereka mengada-adakan kedustaan terhadap Alloh? dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka)”. (An-Nisa’: 50).

Kemudian perhatikanlah apa yang mereka lakukan?, bukan hanya mereka sebagai da’i-da’i gelandangan namun ulama mereka pun melakukan yang semisal, diantaranya Abdulloh bin Robi’ yang Abu Umar menganggapnya sebagai syaikh mereka, siapa dia? Muncul dengan meluncurkan tulisan namun kemudian bersembunyi “lempar batu sembunyi tangan”, mereka saling menguatkan dan saling mengeluarkan fatwa, sampai Al-Buro’iy, Yasin Al-Adniy dan jaringan mereka ikut mengeluarkan fatwa tentang bolehnya mengambil ilmu atau berita dari orang yang tidak dikenal, apa yang menyebabkan mereka menfatwakan bolehnya?, tidak lain karena para majhulin itu termasuk dari jaringan mereka sendiri.

Dan pada tindakan ini mereka ghuluw dan benar-benar melampui batas, mereka mencela sampai ke tingkat yang paling melampui batas, mereka memiliki kesamaan, mulai dari atasan mereka (para ulama mereka) sampai yang bawahan mereka (para mad’u) mereka.

Ubaid Al-Jabiriy sampai ketingkat ghuluw menfatwakan tentang kafirnya Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuriy yaitu perlu ditebas kepalanya Al-Hajuriy, Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Washobiy menfatwakan tentang kafirnya Asy-Syaikh Yahya Al-Hajury dan halal darahnya untuk ditumpahkannya, kemudian fatwa tersebut disambut ramai oleh jaringan mereka di Indonesia, sungguh sangat terlihat pada mereka sifat yang sangat ghuluw dalam beragama, orang-orang kafir yang menyembah selain Alloh semisal Rofidhoh mereka tidak kafirkan, namun Ahlissunnah semisal Asy-Syakikh Yahya yang menyembah Alloh mereka kafirkan, dan memfatwakan untuk kepalanya ditebas, sangat dikhawatirkan kalau mereka itu termasuk dalam perkataan Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ):

«يَقْتُلُونَ أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الأَوْثَانِ».

 “Mereka membunuh orang-orang Islam dan membiarkan hidup para penyembah berhala”. Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhon dari hadits Abu Sa’id Al-Khudriy dari Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).

Para mad’u mereka tidak ketinggalan mengambil andil dalam membuat makar, sampai anak kuliahan yang gaul ikut terlibat, namun mereka tidak ada pengingkaran bahkan mereka menampakan pembelaan dan pembenaran, dan ini adalah warisan mereka dari zaman dahulu, ketika mereka ramai-ramai berupaya untuk menjatuhkan da’wah Ali Irsyad Surabaya maka bergeraklah para mahasiswa ITS Surabaya yang mereka menamakan diri-diri mereka sebagai mahasiswa salafiyyin, mereka mulai melakukan bantahan dengan ngawur-ngawur, mahasiswa yang di Jokjakarta juga mengambil andil, begitu pula yang di Malang semuanya bersatu padu membantah, setelah itu dimana mereka para mahasiswa itu? Ternyata mereka bertambah sesat, selesai kuliah bahkan ada yang belum sempat kuliah mulailah jenggot-jenggot mereka dicukur, jilba-jilbab mereka dicopot, pacaran-pacaran pun meningkat di kalangan mereka dan berbagai kema’siatan diterjang, maka masihkah mereka bangga dengan cara-cara licik itu? Masihkah mereka bangga dengan kesesatan di atas kesesatan seperti itu?.

Al-Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal meriwayatkan di dalam “Musnad“nya dari hadits Anas bin Malik, beliau berkata: Rosululloh (صلى الله عليه وسلم) berkata:

“إِنَّ أَمَامَ الدَّجَّال سِنِيْنَ خَدَّاعَةٌ يُكَذَّبُ فِيْهَا الصَّادِقُ وَيُصَدَّقُ فِيْهَا الكَاذِبُ وَيُخَوَّنُ فِيْهَا الأَمِيْنُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيْهَا الخَائِنُ وَيَتَكَلَّمُ فِيْهَا الرُّوَيْبِضَةُ”.  

“Bahwasanya sebelum muncul Dajjal, (akan ada) masa-masa yang penuh dengan tipu daya, didustakan pada zaman tersebut orang yang jujur, dan dibenarkan pada zaman tersebut  orang yang dusta, pada zaman tersebut pengkhianat dicap sebagai orang yang terpercaya, dan orang yang terpercaya dicap sebagai pengkhianat, dan ar-ruwaibidhoh mulai angkat bicara”. Ada yang tanya:

“وَمَا الرُّوَيْبِضَة؟”.

“Dan apa itu ar-ruwaibidhoh?”. Beliau (صلى الله عليه وسلم) menjawab:

«الفُوَيْسِقُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ العَامَّةِ».

“Orang fasiq (kelas) rendah yang berbicara tentang urusan umat (orang banyak)”.

Untuk mencari ciri-ciri Ar-Ruwaibidhoh tidak perlu kita menoleh kepada firqoh hizbiyyah yang lainnya namun cukup bagi kita menoleh ke firqoh mereka itu, karena mereka itulah Ar-Ruwaibidhoh yang sesungguhnya.

Orang-orang semisal Dzulqornain bin Muhammad Sanusi Al-Makassariy Al-Maliy dan jaringannya benar-benar kasar dan ghuluw, dia ini sudah berkali-kali menyebutkan tentang kafirnya Rofidhoh namun ketika keluar fatwa Muhammad Ar-Rimiy yang menggelari dirinya sebagai “Al-Imam” dia pun menerapkan prinsip Hasan Al-Banna: “Tolong menolong dalam perkara yang kita sepakati dan saling memberi udzur terhadap perkara yang kita perselisihkan”, mereka dengan tidak menyadari telah mengunggulkan prinsip tersebut dari pada perkataan Alloh:

{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ} [المائدة: 2]

“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan jangan kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. (Al-Maidah: 2).

Karena mereka sudah bersepakat bahwa Asy-Syaikh Yahya Al-Hajuriy sebagai haddadiy mereka pun saling memberi udzur tentang pengkafiran Rofidhoh, karena mereka semuanya suka taqlid, maka tatkala Asy-Syaikh Robi’ menuduhkan kepada Syaikhuna Yahya sebagai haddadiy mereka pun menerima tuduhan tersebut melebihi penerimaan mereka terhadap dalil-dalil syar’iyyah, mereka lebih senang menerima perkataan ulama mereka dari pada perkataan Alloh dan Rosul-Nya, mereka tidak menghiraukan perintah Alloh:

{وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا} [الحشر: 7]

“Apa yang didatangkan oleh Ar-Rosul kepada kalian, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah”. (Al-Haysr: 7).

Alloh melarang dari berbuat ghuluw namun mereka malah berbuat ghuluw, mereka tidak peduli walau pun ulama mereka sesat dan menyeru kepada kezholiman dan kekeliruan namun tetap mereka menerima seruannya:

{لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ} [المائدة: 77]

“Janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar, dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dari sebelumnya dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. (Al-Maidah: 77).

Pada fitnah ini kita ketahui dengan jelas bahwa Asy-Syaikh Robi’ benar-benar ghuluw dalam berkata, berfatwa dan bersikap, dahulu ketika Al-Imam Al-Wadi’iy menjarh Abu Hanifah maka Asy-Syaikh Robi’ dengan memunculkan pemikirannya bahwa termasuk ciri atau sifat haddadiy adalah menjarh adan merendahkan Abu Hanifah.

Di sini nampak pada Asy-Syaikh Robi’ ini ada kesamaan dalam satu sisi dengan orang-orang shufiy, orang-orang shufiy mengatakan bahwa Al-Imam Ahmad dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah adalah Wahhabiy, dan Robi’ bin Hadi Al-Madkholiy mengatakan pula bahwa yang menjarh atau merendahkan Abu Hanifah adalah haddadiy.

Para imam yang menjarh dan merendahkan Abu Hanifah sebelum munculnya haddadiy adalah sangat banyak, diantara mereka Al-Humaidiy, Ahmad bin Hambal, Sufyan dan yang semisalnya, kemudian di zaman belakangan Al-Imam Al-Wad’iy menguatkan jarh para imam tersebut dengan menulis sebuah kitab.

Semua imam itu kalau seseorang mengikuti dan mengambil pendapat dan jarhnya Asy-Syaikh Robi’ bin Hadi Al-Madkholiy tentu semuanya dikatakan sebagai haddadiyyun, maka sangat kasihan kepada Asy-Syaikh Robi’ dan orang-orang yang taqlid kepadanya, mereka semua telah membuat kedustaan dan penipuan yang nyata:

{وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ} [النحل: 116]

“Dan janganlah kalian mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lisan kalian secara dusta “Ini halal dan ini harom”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Alloh. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Alloh tidaklah beruntung”. (An-Nahl: 116).

Dan diantara kesamaan mereka adalah da’wah harus legal, ya’ni ada rekomendasi dari pemerintah, siapa yang berda’wah tanpa rekomendasi dianggap sebagai para penentang bahkan mereka mencapnya sebagai khowarij atau sururiyyun, da’wah harus pakai yayasan tanpa yayasan maka mereka ributkan, bukan pemerintah yang ributkan namun merekalah yang ributkan, sebagaimana di Ambon ketika diadakan dauroh masyayikh Ahlissunnah ternyata para hizbiyyun datang kepolisi melaporkannya dengan alasan karena tidak ada yayasannya atau tanpai izin dari yayasan:

{وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ} [الشعراء: 183]

“Dan janganlah kalian merugikan manusia terhadap sesuatu yang ada pada mereka dan janganlah kalian merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”. (Asy-Syu’aro’: 183).

Sebagian para penuntut ilmu di Dammaj yang mereka adalah orang-orang asing, banyak dari mereka tidak memiliki kemampuan dana untuk mengurus iqomah (surat semisal KTP) maka para hizbiyyun dengan serampangan mengatakan “Mereka itu adalah khowarij karena tidak mentaati pemerintah”, padahal sudah ada beberapa kawan kami yang mereka mampu mengurus surat seperti itu maka mereka mengurusnya, sampai ada dari mereka yang sudah naik haji dan sudah bisa kemana-mana. 

Dari sini semakin nampak kalau mereka para hizbiyyun itu benar-benar buntut akal pikirannya, dalam mentaati Alloh saja kalau tidak ada kemampuan maka Alloh beri keringanan apalagi mentaati makhluk:

{لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا} [البقرة: 286]

“Tidaklah Alloh membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (Al-Baqoroh: 286).

{لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا} [الطلاق: 7]

“Tidaklah Alloh memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Alloh berikan kepadanya. Alloh kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”. (Ath-Tholaq: 7).

Memang para hizbiyyun itu dalam berakhlak persis dengan akhlaknya Bani Isroil, Alloh berikan kepada mereka kemudahan namun mereka membebankan diri dengan sesuatu yang Alloh tidak perintahkan kepada mereka, bahkan mereka selalu mendustakan dan selalu menyelisihi syari’at, Alloh berkata:

{لَقَدْ أَخَذْنَا مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَأَرْسَلْنَا إِلَيْهِمْ رُسُلًا كُلَّمَا جَاءَهُمْ رَسُولٌ بِمَا لَا تَهْوَى أَنْفُسُهُمْ فَرِيقًا كَذَّبُوا وَفَرِيقًا يَقْتُلُونَ} [المائدة: 70]

“Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka para rosul, akan tetapi setiap datang seorang Rosul kepada mereka dengan membawa apa yang yang tidak diingini oleh hawa nafsu mereka, (maka) sebagian dari Rosul-rosul itu mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh”. (Al-Maidah: 70).

Ahlussunnah berda’wah dengan penuh ketenangan mereka sangat berkeinginan untuk mencegah dan menghalanginya, bahkan mereka menyeru orang-orang yang bersama mereka untuk mencegah kebaikan yang dibawa oleh Ahlissunnah, mereka persis dengan orang-orang kafir dari kalangan Bani Isroil:

{لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (78) كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (79)} [المائدة: 78، 79]

“Telah dila’nati orang-orang kafir dari Bani Isroil di atas lisan Dawud dan Isa putra Maryam, yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas, mereka tidak melarang kemungkaran yang mereka perbuat, sesungguhnya sangat buruk apa yang mereka perbuat itu”. (Al-Maidah: 78-79).

Karena mereka para hizbiyyun itu telah menerapkan prinsip Hasan Al-Banna: “Tolong menolong terhadap perkara yang kita sepakati dan saling memberi uzdur terhadap apa yang kita perselisihkan” maka membuat mereka tidak sanggup untuk mengingkari kawan-kawan mereka yang berbuat dosa, bila pembesar mereka berbuat dosa atau sampai terjerumus ke dalam dosa maka mereka menganggap itu hasil ijtihad, Muhammad bin Abdillah Ar-Rimiy yang rakus dengan gelar “Al-Imam” ketika terjerumus ke dalam kesesatan dan kehinaan yang nyata, begitu pula Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Washobiy dan Ubaid Al-Jabiriy serta yang semisal dengan mereka, maka mereka dengan ringan lisan menyatakan “mereka itu para mujtahidun, bila salah ijtihad mereka maka mereka dapat satu pahala, jika benar ijtihad mereka maka mereka dapat dua pahala”.

Dari ucapan mereka ini nampak jelas kalau mereka adalah shohibul hawa’ (pengekor hawa nafsu), anggaplah kalau ulama mereka itu sebagai mujtahidun maka tidak dibenarkan untuk mengikuti ijtihad mereka yang salah, karena orang yang berakal sehat tentu akan mencari atau mengambil hasil ijtihad yang benar:

{الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ} [الزمر: 18]

“Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya, maka mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk petunjuk oleh Alloh dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal”. (Az-Zumar: 18).

Akan tetapi sebenarnya mereka itu bukanlah para mujtahidun namun mereka adalah kusala (para pemalas) yang serampangan dalam mengeluarkan fatwa dan pendapat, dengan kemasalan mereka untuk melihat dan mencermati perselisihan yang terjadi dan juga kemalasan mereka untuk meninjau dalil-dalil syar’iyyah langsung dengan mudah mereka memutuskan; Rofidhoh adalah muslimun[1], Yahya Al-Hajuriy dipenggal kepalanya, orang-orang yang menjarh dan merendahkan Abu Hanifah adalah haddadiyyun, Asy-Syaikh Muqbil termasuk khowarij, jangan belajar di Dammaj, orang-orang yang di Dammaj keluar dan yang diluar jangan masuk ke Dammaj, orang yang belajar di Dammaj adalah ilegal dan khowarij, atau fatwa-fatwa dan pendapat yang nyeleneh lainnya yang mereka selalu lontarkan:

{وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ} [البقرة: 42]

“Dan janganlah kalian campur adukkan yang al-haq dengan yang bathil dan janganlah kalian sembunyikan yang al-haq itu, sedang kalian mengetahui”. (Al-Baqoroh: 42).

Dan diantara kesamaan mereka juga adalah membela tokoh-tokoh mereka melebihi pembelaan terhadap syari’at Islam, bila syari’at Islam atau Al-Qur’an dihinakan oleh musuh-musuh Islam maka mereka diam, hal ini sebagaimana ketika terjadi di Sho’dah, ketika kaum kafir Rofidhoh menginjak-nginjak mushof maka mereka para hizbiyyun tidak memiliki kecemburuan sedikit pun terhadap Al-Qur’an, Ahlussunnah bersusah payah berjihad malah Muhammad bin Abdillah Ar-Rimiy dan jaringan mereka menampakan rasa gembira, sebagaimana Ali Rozihiy berkata: “Ini (ya’ni serangan Rofidhoh atas Ahlissunnah di Dammaj) adalah akhir penghabisan Al-Hajuriyyin”.

Kami tegaskan bahwa tidaklah menimpa mereka para hizbiyyun itu melainkan karena hasad dan kebencian semata:

{إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا} [آل عمران: 120]

“Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka bergembira karenanya”. (Ali Imron: 120).

Bahkan sampai mereka dan juga Asy-Syaikh Robi’ mengatakan bahwa Rofidhoh memerangi Ahlussunnah di Dammaj itu adalah azab atas Ahlissunnah yang di Dammaj, dari sini sangat tampak kalau mereka itu berkata, berfatwa dan berpendapat tanpa didasari hujjah sama sekali, bagaimana mereka menghukumi bahwa itu adalah azab yang Alloh turunkan atas Ahlissunnah sementara Alloh telah berkata di dalam Al-Qur’an:

{وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ} [الأنفال: 33]

“Dan tidaklah Alloh mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun”. (Al-Anfal: 33).

Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dan para shohabatnya di-hishor di Makkah dan beberapa shohabat disiksa karena mempertahankan al-haq, maka apakah mereka akan menuduh bahwa itu adalah azab?!, apa yang dirasakan oleh Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) dan para shohabatnya itu hanyalah ujian dan cobaan, sebagaimana yang Alloh (تعالى) terangkan di dalam Al-Qur’an:

{أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ} [البقرة: 214]

“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk jannah, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Kapan datang pertolongannya Alloh?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Alloh itu sangat dekat”. (Al-Baqoroh: 214).

Apakah Asy-Syaikh Robi’ dan jaringan para hizbiyyun itu masih mau mengatakan bahwa kami dan seluruh Ahlissunnah yang ada di Dammaj sedang diazab? Ataukah mereka akan mengatakan kami sedang ditimpakan bala’?, maka kami katakan: “Kalau kalian mengatakan kami diazab maka kalian telah ghuluw dan berkata tanpa didasari ilmu dan tanpa didasari burhan dari Alloh, bila seperti ini keadaan kalian maka sungguh kalian telah sesat dan berbuat kedustaan yang nyata, Alloh berkata:

{فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ} [الأنعام: 144]

“Maka siapakah yang lebih zholim dari pada orang-orang yang membuat-buat kedustaan terhadap Alloh untuk menyesatkan manusia dengan tanpa ilmu?”. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zholim”. (Al-An’am: 144).

Jika kalian katakan bahwa kami ditimpakan bala’ maka ketahuilah semoga bala’ itu adalah termasuk bala’ yang baik sebagaimana pernah menimpah para Nabi dan orang-orang sholih sebelum kami, Robb kami telah menghibur kami:

{وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلَاءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ} [الأنفال: 17]

“Dan ditimpakan bala’ bagi orang-orang yang beriman, dengan bala’ yang baik. Sesungguhnya Alloh adalah As-Sami’ (Maha Mendengar) lagi Al-‘Alim (Maha Mengetahui)”. (Al-Anfal: 17).

Dan Nabi kami (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) telah menghibur kami dengan hiburan yang sangat menyenangkan, Al-Bukhoriy telah membuat bab khusus tentang masalah ini di dalam “Ash-Shohih“, beliau berkata:

“بَابٌ: أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ”.

“Bab: Paling besarnya bala’ pada manusia adalah para Nabi, kemudian semisalnya kemudian semisalnya”.

Dan Ashhabussunan kecuali Abu Dawud telah meriwayatkan dari hadits Sa’d bin Abi Waqqosh, beliau berkata:

“يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟”.

 “Wahai Rosululloh, siapakah manusia yang paling besar bala’nya?”. Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) menjawab:

«الْأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ، يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صُلْبًا، اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ، ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلَاءُ بِالْعَبْدِ، حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الْأَرْضِ، وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ»”.

Para Nabi, kemudian semisalnya dan yang semisalnya, ditimpakan bala’ kepada seorang hamba disesuaikan dengan keadaan agamanya, jika pada agamanya itu ada kekokohan maka dibesarkan bala’nya, dan jika pada agamanya ada kelemahan (kerendahan) maka ditimpakan bala’ sesuai kadar agamanya, dan senantiasa seorang hamba akan ditimpakan bala’ sampai dia dibiarkan berjalan di muka bumi dan dia tidak ada padanya dosa”.

Sudah merupakan keyakinan kami dan ketsiqohan kami kepada Robb kami bahwa walaupun para hizbiyyun membuat makar dan tipu daya, berdusta serta berupaya mencari para pendukung untuk memudhorotkan kami dan memudhoratkan al-haq yang kami berada di atasnya namun dengan izin Alloh mereka tidak akan mampu:

{وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطٌ} [آل عمران: 120]

“Jika kalian bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudhorotan kepada kalian. Sesungguhnya Alloh mengetahui segala apa yang mereka kerjakan”. (Ali Imron: 120). 

Rosululloh (صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) berkata:

«وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ الأَقْلَامُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ».

“Dan kalau pun mereka bersatu untuk memberikan kemadhorotan kepadamu maka mereka tidak akan mampu memudhorotkanmu melainkan dengan sesuatu yang telah Alloh tuliskan untukmu, telah terangkat pena dan telah tertulis lembaran-lebaran”. Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy dengan sanad hasan dari hadits Abdulloh bin ‘Abbas.  

Demikian penjelasan singkat dari kami, semoga bermanfaat bagi kami dan bagi siapa saja yang menginginkan kebaikan dan kebenaran.  

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

 


[1]  Memang Muhammad bin Abdillah Ar-Rimiy nampak kalau dia adalah pemalas, karena kemalasannya, ketika Asy-Syaikh Muqbil Rohimahulloh masih hidup maka Muhammad Ar-Rimiy ini datang belajar di Dammaj hanya dalam waktu yang sangat singat, kemudian ke Ma’bar, sampai di Ma’bar membesarkan dirinya dan melantik dirinya sebagai “Al-Imam”:

{لَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} [آل عمران: 188]

“Janganlah sekali-kali kalian menyangka, hahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kalian menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih”. (Ali Imron: 188).

Dengan keadaannya seperti itu kemudian bermunculanlah orang-orang yang ghuluw kepadanya, berama-ramai memuji dengan menyatakan Syaikhuna Al-Muhaddits Al-‘Allamah Muhammad Al-Imam, bahkan Muhammad Ar-Rimiy ini dengan tanpa malu memposisikan diri sekan-akan mujtahid, ketika dikritik buku “Ibanah“nya, dia dan kawan-kawannya yang semanhaj dengannya mudah mengatakan ini adalah hasil ijtihad.

Uncategorized

Kata Pengantar Asy Syaikh Yahya Al Hajuri Dari Risalah “Nasihat Bernilai Tinggi”

 

Kata Pengantar Asy Syaikh Yahya Al Hajuri

Dari Risalah “Nasihat Bernilai Tinggi”

Bagian Pertama

Untuk al Walid al ‘Allamah Asy Syaikh Robi’ Al Madkholi

  

Ditulis oleh:

Syaikh Yahya bin Ali al Hajury

 

Diterjemahkan Oleh:

Abu Umar Ahmad Ar Rifa’iy

Dan Abu Mas’ud Syamsul Al Jawiy

Semoga Alloh memaafkan keduanya

 

 

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله و أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأن محمدا عبده ورسوله  أما بعد:

Sesungguhnya  kami tidak tahu apa yang mendorong Syaikh Robi’ untuk menyalakan api fitnah terhadap dakwah salafiyah di Yaman sejak beberapa tahun ini. Dengan mengadu domba di antara para da’inya! Dan (dengan) mengobarkan revolusi serta Ashobiyah (kefanatikan) dengan yang ini lawan yang ini, dengan perbuatan yang mengherankan. Dan kami mengharapkan (agar) beliau woffaqohulloh menjauhi ini. Yang sungguh sangat jauh perbuatan (semacam) ini dilakukan oleh ulama yang mendapat petunjuk, yang punya semangat untuk keselamatan kaum mukminin dari fitnah yang insyaAlloh kita berharap termasuk dari mereka. Dan ini tadi menyerupai perbuatan yang dilakukan oleh orang yang disebut sebagai politikus yang berjalan di atas dasar yang salah: “pecah belahlah mereka, engkau akan bisa menguasai mereka.”

Dan ketika itu beliau mulai sibuk dengan menghasung orang terhadapku, sebelum terjadinya pergerakan (yang dilancarkan) salah seorang tullab markiz ini (Darul Hadits Dammaj), dia adalah Abdurrohman Adeny dan orang yang bersamanya (berupaya) melakukan pemberontakan terhadapku dan markiz ini, yang di dalamnya telah dididik mulai dari zaman Syaikh Muqbil rohimahulloh dan setelahnya. Kita tidak tahu-menahu kecuali setelah Abu Malik ar Riyasyi sepulang dari Makkah, dia duduk dengan sebagaian tullab dan ahlul bilad (penduduk asli Dammaj) berbicara dengan pembicaraan rahasia. Yakni sesungguhnya Syaikh Robi’ berkata : “Jauhkan al Hajury dari kursi dan penggantinya sudah ada”.

Mulailah terjadi fitnah dan terfitnahlah dengannya Abu Malik ar Riyasyi. Sampai akhirnya dia berpaling dari menuntut ilmu di Dammaj. Kemudian diapun singgah di Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Al Wushoby di Hudaidah yang pada kesempatan itu Syaikh Muhammad memintanya untuk menulis permintaan maaf. Lalu ditulislah lembar permintaan maaf terhadap apa yang telah dilakukan. Dan disebutkan di situ, sesungguhnya hal itu semata-mata dorongan dari seseorang yang dikira bahwa tidak akan muncul kesalahan yang besar ini darinya.

Dan dibacalah lembar itu di sini dan di rekam ketika dars setelah ashar. Dan setelahnya Abu Malikpun bekerja di mobil angkutan.

Dan setelah tersiar hal itu, Syaikh Robi’ waffaqohulloh mengingkari dengan pengingkaran yang keras.

Dan akhuna Abu Hammam ash Shouma’iy menyebarkan perkataan beliau (Syaikh Robi’) : “Aku mengatakan ini tentang Syaikh Yahya ??! Sementara beliau telah memegang dakwah salafiyah di Yaman dengan tangan besi, tidak ada yang pantas (memegang dakwah itu) kecuali beliau atau orang yang semisalnya.”

Syaikh Robi’pun menelpon, dan Alloh saksinya, dan mengingkari hal itu dengan pengingkaran yang keras!. Dan berkata : “Kamu membenarkan perkataan Abu Malik ini? Abu Malik itu pendusta!!”

            Akupun menjawab : ” Wahai Syaikh, walaupun hal itu memang muncul dari Anda, (perkaranya) mudah. Kondisi kita itu sebagaimana perkataan (syair):

وإذا الحبيب أتى بذنب واحد              جاءت محاسنه بألف شفيع

*Jika yang dicintai datang dengan (membawa) satu dosa

*Akan datang kebaikannya dengan seribu pemberi syafaat

            Dan lebih menguatkan (lagi) dari (upaya) makar ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Al Wushoby. Ketika kita keluar untuk dakwah. Kitapun melewati Hudaidah, dan kita semua duduk di rumahnya, aku dan para masyayikh. Dimulailah dengan pokok pembicaraan yang menyakitkan yang berasal dari Syaikh Robi’, yang dia mendengar beliau berkata :”Kalian Jauhkan Hajury dari kursi!!”

            Berkata Syaikh Muhammad al Wushoby di majelis itu : “Syaikh Robi’ Jaasus (mata-mata)!! Memuji pejabat (orang yaman) fulan yang dia itu punya (perbuatan) kemaksiatan, dan memerintahkan untuk menjauhkan Syaikh Yahya dari kursi!!” Dan para masyayikh merasa jengkel dari tahrisy ini dalam beberapa waktu. Sampai-sampai sebagian mereka jika umroh tidak berkunjung ke Syaikh Robi’.

            Kemudian setelah selang beberapa hari, mulailah terjadi pemberontakan fitnah Adeny sepulangnya dari umroh. Terfitnahlah orang yang terfitnah dengannya dari orang-orang dulunya di sisiku di halaqoh (majelis). Akupun menasehati agar menjauh dari fitnah. Namun bertambah jauh dan melampaui batas serta makin keras. Akupun memanggil masyayikh agar menasehatinya, dan merekapun datang. Dan menasehatinya tentang masalah tasjil (pendaftaran) dari Dammaj ke Fuyus.

            Dan terjadi kesepakatan untuk menghentikan pendaftaran ini, dan masjid yang dibangun di Fuyusy di atas pengawasan kami semua. Dan di majelis itu, Adeny sendiri yang bilang: “Aku tidak menyembunyikan kepada kalian sesungguhnya setelah selesainya fitnah Bakry, berkata sebagian orang: “Bangkitlah Anda (sekarang giliranmu)”.  Dan aku tetap akan mengingat perkataan ini dan semoga yang hadir (di majelis itu) masih mengingatnya.

            Setelah beberapa hari dalam kondisi seperti itu, tersiarlah berita bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata tentang sebagian masyayikh, salah satunya (menuduh) Syaikh Robi’ adalah jaasus (mata-mata). Syaikh Robi’ tidak berkata sedikitpun sampai mereka berdua bertemu di rumahnya di Makkah. Dan dikabarkan kepadaku bahwa beliau sudah memaafkannya. Dan Syaikh Muhammadpun pulang dengan membawa perasaan dendam terhadapku, dan Allohlah yang mengetahui hal itu.

            Lalu mulailah Syaikh Muhammad (bertindak) menjalankan semisal contoh tahrisy (adu domba) tadi dan bahkan lebih keras, kepada ahlul bilad (penduduk asli Dammaj) dan yang selainnya terhadapku. Dan fitnah semakin meluas yang mengharuskanku dan yang selainku dari kalangan ikhwah untuk membantahnya dan menjelaskan fitnah tersebut.

            Dan Syaikh Robi’ tetap berperan terhadap meluasnya perpecahan di antara kita. Sampai-sampai bila ada sebagian murid-muridku dari ma’had ini pergi haji dan berkunjung kepada beliau, maka Syaikh Robi’ memberi mereka satu tegukan yang berisi dorongan untuk bangkit untuk menggulingkan kami dan mengadu domba kami!!!

            Beliau marah terhadap siapa saja yang menyelisihi beliau. Pada satu kesempatan beliau tidak mau menerima adu domba terhadap kami , dan di kali lain beliau berlemah lembut terhadapnya!!! Maka ada di antara mereka yang heran terhadap ucapan-ucapan beliau ini, jumlah mereka banyak. Dan di antara mereka ada yang pulang dalam keadaan terfitnah, sehingga dia tiba-tiba membalikkan punggung tamengnya (benar-benar berbalik arah) terhadap kami dan terhadap saudara-saudaranya sendiri di ma’had ini. Dia juga menyebarkan berita di sana sini mengatakan: “Saya telah duduk bersama Syaikh Robi’, beliau mengatakan ini dan itu, mengatakan bahwa Syaikh Yahya haddadiy dan mengatakan bahwa dalam ma’had ini ada Haddadiyyah.”

            Demikianlah, sedangkan Abul Hasan Al Mishriy dahulu ketika membuat kedustaan terhadap kami dengan tuduhan batil ini, justru Syaikh Robi’ membela kami. Beliau mengatakan: “Mereka itu adalah ahlussunnah, maka hendaknya engkau membuktikan itu terhadap mereka sehingga engkau bisa menyelamatkan agama dan harga dirimu, kalau tidak maka engkau akan dituntut dengan kedholiman ini dan dengan kejahatanmu terhadap ahlussunnah” dan ucapan lain yang semakna dengan ini, termaktub dalam bantahan beliau terhadap Abul Hasan sesuai dengan teksnya.

            Dan ketika telah memuncak upaya beliau ini dalam mengadu domba –semoga Alloh memaafkan beliau– saya memandang adanya keharusan untuk memberikan nasehat bagi beliau, mengingatkan beliau untuk bertaqwa kepada Alloh azza wa jalla  dan meperlihatkan kepada beliau kesalahan-kesalahan beliau ini yang akan mendatangkan bahaya terhadap dakwah. Maka kemudian saya menasehati beliau yang direkam dalam satu kaset berjudul: (An Nushu Rofi’ lil Walid Al Allaamah Asy Syaikh Robi’) (nasehat yang tinggi untuk yang dituakan: Al Allamah Syaikh Robi’). Kaset tersebut adalah bagian pertama! Dan akan datang penyebutannya secara lengkap insyaalloh.

            Maka setelah itu beliau diam sementara waktu, akan tetapi beliau tetap gencar dalam mendorong untuk menjatuhkan kami! Beliau mengusung dan memuji orang-orang yang telah dijadikan alat untuk mengobarkan pemberontakan terhadap kami, sedangkan kami tetap bersabar, demi menghormati beliau dan didorong oleh semangat untuk menyelamatkan dakwah. Dan juga dikarenakan musuh-musuh dakwah mulai dari Rofidhoh dan selain mereka senantiasa mengintai kelengahan kita dari waktu ke waktu. Ditambah lagi kesibukan kami dengan urusan dakwah dan murid-murid kami.

            Kemudian datang fitnah Rofidhoh beserta permusuhan mereka terhadap kami. Selama tujuh puluh hari kami diboikot dan dihujani api. Maka muncullah kecemburuan kaum muslimin atas apa yang terjadi, sehingga mereka bangkit bersama kami melawan Rofidhoh, baik dengan ucapan atau perbuatan.

            Salah seorang yang paling gigih untuk menempatkan dalam posisi yang patut untuk dipuji adalah Syaikh Robi’, semoga Alloh berterimakasih kepada beliau dan kepada segenap orang yang telah bersama kami dalam menghadapi serangan yang penuh dengan kedholiman tersebut. Dan dalam kesempatan itu beliau menyatakan: “Telah berakhir seluruh permasalahan yang terjadi antaraku dengan Syaikh Yahya selama-lamanya!!!”

            Beliau juga berkata: “Aku tidak pernah mengatakan mereka itu Haddadiyyah, dan siapa saja yang menukilkan dariku bahwa aku mengatakan mereka itu Haddadiyyah maka dia sungguh telah berdusta.” Sebagaimana hal itu disebarkan dari beliau.

            Maka kami memuji Alloh atas nikmat ukhuwah dan hilangnya fitnah. Dan berlangsung antara kita komunikasi yang banyak, dan kebaikan yang banyak. Beliau juga sempat menyampaikan ceramah yang bagus kepada kami melalui telepon, dan meminta saya untuk menyampaikan ceramah bagi murid-murid beliau, maka saya sampaikan ceramah singkat.

            Dan kami mengatakan sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qoyyim di kitab Zaadul Ma’ad :

قَدْ يُنْعِمُ اللهُ بِالْبَلْوَى وَإِنْ عَظُمَتْ                    وَيَبْتَلِي اللهُ بَعْضَ الْقَوْمِ بِالنِّعَمِ

Terkadang Alloh memberi kenikmatan dengan suatu ujian walau betapa besarnya

Dan terkadang Alloh menguji sebagian kaum dengan kenikmatan

Barangkali salah satu hikmah Alloh dalam menguji kami dengan kedholiman Rofidhoh adalah menyatunya kalimat ahlussunnah di atas hidayah. Maka kami berjalan di atas kebaikan tersebut.

Para masyayikh telah menelantarkan dan tidak menolong kami dalam masalah Rofidhoh dengan suatu sikap yang diingkari oleh Syaikh Robi’ dan selain beliau, baik dari kalangan khusus atau orang-orang awam. Kemudian para masyayikh pergi haji pada tahun 1433 H, yaitu Muhammad bin Abdil Wahhab, Al Imam, Muhammad Ash Shoumaliy, Adz Dzammariy dan Al Buro’iy. Dan telah mengabarkan kepada kami sebagian orang yang hadir waktu itu bahwa beliau menasehati mereka untuk ikut serta membantu saudara-saudara mereka di Dammaj apabila Rofidhoh menyerang mereka. Dan beliau juga mengecam terhadap sebagian mereka dengan beberapa kalimat ketika dia berusaha membantah ucapan beliau tersebut. Kemudian ada beberapa orang yang mempertanyakan tentang kitab Al Ibanah yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Al Imam, maka beliau mengatakan bahwa kitab tersebut harus dibatalkan. Di atas kesepakatan itu saudara-saudara kita berpisah dari majlis tersebut.

Kemudian setelah majlis tersebut, para masyayikh kembali menjumpai beliau, wallohu a’lam apa yang yang mereka putuskan. Setelah itu Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab mengadakan perjalanan ke beberapa kota di Yaman dengan melancarkan lafadz-lafadz yang mengandung pembid’ahan dan mengisyaratkan kepada pengkafiran terhadap saya dan saudara-saudara saya beserta segenap murid-murid saya dan murid-murid Syaikh kami –semoga  Alloh merahmati beliau– baik di ma’had ini ataupun di tempat lain termasuk juga para penduduk Dammaj dan selain mereka. Dengan tanpa keterangan sedikitpun dan tanpa bukti atas serangan yang terkesan dibuat-buat yang mereka padanya menggunakan beberapa cara Rofidhoh dalam menghadapi kami, maka terkadang dia mengatakan bahwa kami menghajr bukan pada tempatnya, dan ini tidak benar. Dan terkadang dia mengatakan bahwa kami mengharuskan mereka untuk taqlid kepada kami. Sedangkan dia tidak menjelaskan bukti yang mengharuskan terjadinya kedholiman dan permusuhannya tersebut serta menjadikan orang-orang sibuk dengan kebatilannya, sebagaimana telah diketahui bersama perkataannya yang tersebar di beberapa situs.

Masyayikh yang lain, khususnya Syaikh Muhammad Al Imam, Al Buro’iy, ‘Ubaid Al Jabiriy, fulan dan fulan berusaha untuk menyambut maksudnya, yang ini dengan satu kalimat dan yang lain dengan kalimat lain. Seakan-akan perkaranya adalah suatu hal yang telah diatur dan sambung menyambung, fulan bangkit dan yang lain mendukungnya atau bangkit setelahnya untuk membuat fitnah terhadap Dammaj dan para penghuninya. Ini mirip dengan propaganda Khowarij untuk saling memompa satu sama lain tentang Amirul Mukminin Utsman bin ‘Affan dengan kebatilan –rodhiyallohu ‘anhu– dan mereka saling menutup mata dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian mereka sehingga yang lain tidak berupaya untuk mengingkarinya. Padahal mereka dahulu mengingkari apabila terjadi sedikit saja dari penyimpangan.

Dan dari sambung-menyambung yang telah diatur itu bangkitlah Syaikh Robi’ –semoga Alloh memberikan taufiq kepada beliau– menyerang kita dengan tuduhan-tuduhan yang dibuat-buat dan dengan melemparkan tuduhan ghuluw dan bahwasanya tidak ada seorangpun yang melebihi ghuluw kita, tidak ada yang lebih berbahaya terhadap dakwah salafiyyah ini daripada kita dan tuduhan-tuduhan berat yang lain. Membid’ahkan sekumpulan ummat yang terdiri dari pria, wanita, para dai yang mengajak untuk mentauhidkan Alloh, dan mengajak kepada sunnah rosulNya –shollallohu ‘alaihi wa sallam– , para penulis dan penghafal kitab Alloh yang kokoh di hadapan ahlul ahwa baik Rofidhoh dan selain mereka. Beliau menuduh mereka semua telah melakukan ghuluw yang mana itu adalah seburuk-buruknya bid’ah!!!

Beliau menjadikan indah bagi mereka upaya untuk meruntuhkan suatu hasil dari perjuangan dakwah salafiyah yang melaksanakan kebaikan dan petunjuk, melawan semua kebatilan yang muncul dalam masyarakat sesuai kemampuan yang dimiliki, sejak lebih kurang setengah abad sampai sekarang. Syaikh Robi’ melancarkan permusuhan terhadapnya bersama dengan orang-orang yang didorong oleh beliau atau mereka yang mendorong beliau untuk itu –semoga Alloh menyelamatkan kita dan mereka semua dari fitnah-fitnah– dengan sesuatu yang mewajibkan mereka untuk memaparkan bukti yang akan melepaskan mereka dari tuntutan di hadapan Alloh azza wa jalla dan di hadapan orang-orang sholeh dari hamba-hambaNya atas apa yang mengharuskan terjadinya fitnah ini beserta kesepakatan mereka untuk menghadapi kita, dan juga pembid’ahan mereka terhadap kita, kalau tidak maka mereka harus bertaubat kepada Alloh subhanahu wa ta’ala darinya.

Saya memohon kepada Alloh untuk menjaga kita dan mereka dari fitnah-fitnah baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.

سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك

Ditulis oleh:

Yahya bin Ali Al Hajuri, 22 Jumadil Awwal 134 H