Fiqih, Manhaj Ahlus Sunnah

Syubuhhat yayasan untuk dakwah dan Bantahannya

Syubuhat Yayasan untuk Dakwah dan Bantahannya

بسم الله الرحمن الرحيم

YAYASAN, JAMIYYAH DAN MUASSASAH

Oleh: Abu Turob Saif bin Hadhor Al-Jawy 
-semoga Alloh menjaga dan mengampuninya-

Jam’iyyah (dalam  istilah bahasa kita yayasan) : adalah suatu istilah yang bersifat sosial politik yang umumnya digunakan untuk menamai suatu perkumpulan dari beberapa orang, dengan tujuan menjaga kemashlahatan mereka bersama atau mencapai cita-cita bersama di bawah aturan-aturan tertentu yang jelas.

Beberapa undang-undang dalam mendefinisikan istilah jam’iyyah menentukan tidak adanya tujuan untuk mengambil laba dan tidak ditentukan kapan mulainya perkumpulan tersebut. (Undang-undang tersebut) di antaranya Undang-Undang Perancis, Belgia, Italia, Spanyol dan negara-negara latin lainnya. Juga Undang-Undang Jam’iyyat yang dikeluarkan di Lebanon pada masa Daulah Utsmaniyyah tanggal 3 Agustus 1909M, yang tertera pada pasal pertama: “Jam’iyyah adalah suatu perkumpulan yang terdiri dari beberapa orang dengan tujuan menyatukan pikiran dan usaha mereka dengan bentuk yang berkesinambungan dan tidak adanya tujuan untuk mengambil laba .[1]

Dalam kamus Mu’jam Al-Wasith, pada kata جمع  : Jam’iyyah adalah perkumpulan yang terdiri dari bagian-bagian dengan tujuan tertentu dan kesatuan pendapat. Masuk di dalamnya Lembaga Sosial Islami, Lembaga Dakwah Syar’iyyah, badan kerjasama dan lembaga ilmu dan adab (muhdats). Orang-orang yang datang kemudian lebih memperluas  istilah Jam’iyyah, mereka mempergunakan istilah tersebut apa yang dinamakan mu’assasah (yayasan), syirkah (badan usaha), muntadayat dan semisalnya. Hal ini karena yang menjadi tolak ukur adalah apa yang dinamai dan hakikatnya, bukan nama dan penampilannya, harap diperhatikan.[2]

SEJARAH  JAM’IYYAH

Sejarah menyebutkan bahwa metode yang paling awal yang digunakan oleh Yahudi untuk menyebarkan paham mereka yang beratur yaitu Al-Maasuuniyyah sampai berhasil adalah dengan perantaraan jam’iyyah Al-Ittihad wat Taraqqi di Turki yang didirikan tahun 1898M/1316H untuk mengakhiri kerajaan Islam Al-Utsamaniyyah. Jam’iyyah ini memiliki cabang di sebagian besar Negara-negara Arab.[3]

Kemudian fikroh ini diambil oleh Jamaluddin Al-Afghani dan orang-orang yang semisalnya lalu disebarkan di tengah-tengah muslimin. Kemudian diambil oleh muridnya Muhammad Abduh, sampai-sampai dia dan para seterunya bangkit untuk mendirikan Jam’iyyah Al-Khairiyyah Al-Islamiyyah dan dialah yang menetapkan peraturan dan tujuannya, di antaranya mendidik anak-anak dengan tujuan menjaga aqidah, adab, akhlak dan pengamalan mereka. Jam’iyyah tersebut dijadikan sarana untuk menopang kehidupan anak-anak tersebut dan sarana untuk mencari rezki.[4] Kemudian diikuti oleh muridnya: Muhammad Rasyid Ridha, ditegaskan hal tersebut dalam kitabnya Al-Mannar.[5]

Dari sinilah hizbiyyun seperti Ikhwanul Muslimin dan selain mereka mengambil istifadhah, dan menerapkannya di kalangan mereka, sampai sebagian orang yang menisbatkan diri kepada sunnah dan salafiyyah terpengaruh oleh pemikiran ini dan melakukan seperti yang mereka (para hizbiyyun) lakukan, dengan harapan meraih mashlahat darinya dan menyangka bahwa hal tersebut baik, padahal sebenarnya itu adalah salah satu keburukan dari keburukan-keburukan hizbiyyah dalam usaha memecah belah dakwah, melemahkan para pengikutnya bahkan sampai hilang semangat sebagian besar dari mereka, wallahul musta’an.

Dari sejarah di atas jelaslah bahwa jami`yah dan yang sejenisnya tidaklah berasal dari Islam akan tetapi dari non Islam bahkan dari musuh Islam dalam rangka untuk menghancurkan keutuhan kemurnian Islam dan pemeluknya, walaupun ada sebagian perkara telah dipoles sedemikian rupa agar memikat untuk mengelabuhi kaum muslimin seperti : Kerja sama dalam bidang sosial, Membantu orang-orang yang membutuhkan dari para fakir miskin, anak-anak yatim dan lain-lainnya.

Padahal kenyataan yang ada di lapangan hanyalah sekedar memakmurkan anggota yayasan tersebut, kalau toh ada yang tersalurkan kepada yang berhak, hanyalah sebagian kecil saja karena memang semua di bangun di atas kepentingan duniawi belaka.

KEMAKSIATAN-KEMAKSIATAN YAYASAN

Berikut ini kami sebutkan beberapa point dari kebobrokan-kebobrokan yayasan secara syari`at agar menjadi peringatan bagi yang telah terjerumus ke dalamnya, dan sebagai  perhatian bagi yang belum menjalankannya.

YAYASAN ITU ADALAH BID`AH DALAM DIEN.
Hal itu sangat  jelas sekali bagi yang melihatnya dengan kacamata syar`i dan perbuatan para salaf dalam da`wah, kalau kita tanya kepada mereka: Yayasan apa milik rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam ? apa namanya? siapa sekertarisnya? siapa bendaharanya? siapa seksi dananya? kapan didirikannya?

Begitu pula bila kita alihkan pertanyaan tadi kepada  keadaan shohabat nabi r  dan juga para tabi`in? tentu tak satupun dari pertanyaan tersebut yang terjawab dengan jawaban yang pasti dan benar. Maka kalau itu tidak ada di zaman nabi r dan juga di zaman para salaf sementara dipergunakan dalam sarana da`wah maka tidak syak lagi bahwa itu adalah muhdats atau bid`ah, sebagaimana kata Syaikhuna Yahya حفظه الله .

Dan kita telah tahu semua akibat apa yang akan terjadi di balik bid`ah bila terdapat dalam suatu ibadah yang paling parah adalah tercabutnya sunnah dan nikmatnya menegakkan sunnah.

Maka cukuplah satu kerusakan ini yang merusak semua yang ada di dalamnya, karena kalau pondasinya sudah rapuh maka semua yang berkaitan dengannya rusak pula.

Syikhuna Yahya حفظه الله  berkata : ketahuilah bahwa jam`iyah adalah muhdats (bid`ah), hendaknya orang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, dan yang marah ucapan ini yang menjadi hakim antara kita dengannya adalah kitaabulloh dan sunnah rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam: من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فو رد

“Barang siapa yang mengadakan perkara baru dalam perkara kami ini yang bukan darinya  maka dia tertolak”.

TASYABBUH DENGAN ORANG BARAT.

Tasyabbuh ini sangat nampak dari berbagai sisi :

Asal dari perkara ini adalah dari mereka.

AD – ART nya adalah dari mereka walaupun ada yang dirubah.

Program kerja dan tata laksana tak jauh berbeda.

Tujuan utama juga mirip sekali yakni ketentraman duniawi belaka.

Dan sudah sama-sama kita ketahui bahwa tasyabbuh merupakan dosa yang tidak boleh diremehkan, bagaimana kalau dosa ini sebagai sarana cari pahala ?? bisakah ??

TUNDUK DI BAWAH UNDANG-UNDANG BUATAN ORANG.
Hal itu terbukti dari keharusan mendaftarkan diri dengan persyaratan yang mereka tetapkan, walaupun tidak semua persyaratan harus terpenuhi tetapi mesti ada salah satu persyaratan yang tidak boleh ditinggalkan yang itu mesti bertentangan dengan syar`i karena memang landasan aslinya adalah bukan syariat, kalau mereka mengatakan itu sekedar formalitas dan bukan suatu kelaziman maka memenuhinya hanyalah basa-basi, maka kami katakan berarti kalian telah melakukan kedustaan atas nama da`wah, padahal da`wah tidak akan berbarokah dengan kedustaan, berarti kalian telah membangun da`wah di atas podasi yang rapuh.

Juga dengan pendaftaran tersebut kita ikut andil melestarikan dan mengembangkan apa yang menjadi program mereka yang sudah sama-sama kit ketahui landasan utamanya.

ADANYA KEPEMIMPINAN DI LUAR SAFAR.
Padahal Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam tidaklah mengijinkan adanya amir dalam pemerintahan kecuali kalau dalam perjalanan (safar) adapun pimpinan yayasan terbentuk bukan dalam safar, dan ini telah bertentangan dengan perintah nabi shallallahu ‘alayhi wasallam, kalau mereka berhujjah seperti hujjah di atas berarti kedustaannya berlipat.

ADANYA SISTEM PEMILU WALAUPUN LOKAL ATAU KECIL-KECILAN.
Hal itu terbukti adanya pemilihan ketua yayasan, sekertaris, bendahara dst yang semua itu adalah dalam kandungan kaidah pemilu dan demokrasi, walaupun mungkin ada perubahan sedikit pada tatacara pemilihan, akan tetapi pokok aslinya adalah dari tatanan pemilu, karena lucu dong yayasan tanpa kepala, dan juga kalau ketuanya mengundurkan diri atau terjadi perselisihan yang berakibat morat-maritnya yayasan karena kurang bijaksananya sang ketua atau dengan sebab lain, mereka akan bermusyawarah untuk memilih atau bahasa halusnya menunjuk ketua baru, dan kaidah ini adalah murni kaidah pemilu. Dan kita telah tahu semua hukum pemilu.

MENETAPKAN ATURAN-ATURAN MUHDATS.
Tentunya masing-masing yayasan memiliki aturan yang tidak dimiliki oleh yayasan lain, yang apabila anggota atau pengurus yayasan ada yang menyelisihi aturan tersebut akan terkena tuntutan dari yayasan, padahal barangkali yang menyelisihi itu lebih mencocoki syariat, akan tetapi merugikan yayasan maka yang berlaku adalah aturan yayasan, padahal kita semua paham bahwa semua hukum dan perkara harusnya  dikembalikan kepada syari`at (alkitab dan assunnah), maka dengar berdirinya yayasan ini seolah-olah mengenyampingkan kaidah syari`ah.

SERING TERJADI PERTEMUAN –PERTEMUAN RUTIN
Yang berakibat adanya pertemuan-pertemuan rahasia hizbiyah dengan alasan laporan pertanggunganjawaban atau mengefaluasi hasil kerja selama masa jabatan atau musyawarah dalam rangka memungut dana dsb, dan ini semua tak terjadi pada zaman salaf.

Lagipula kalau ada pertemuan–pertemuan di atas, permasalahan  yang  paling dominan dibahas adalah masalah dunia belaka, maka barokah apa yang bisa dipetik dari majlis yang cuma membicarakan dunia.

Padahal kepentingan urusan da`wah yang dipikul Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam sangatlah banyak dan berat dan memerlukan banyak rapat akan tetapi belum kita dengar bahwa beliau melakukan rapat-rapat model jami`yat atau yayasan.

TAKALLUF (memaksakan diri atau membebani diri)
Kalau seandainya da`wah dibangun di atas sunnah dan da`inya penuh ketawakalan kepada Alloh, tidak perlu terlalu capek memikirkan kebutuhan ummat dari sisi dunia ummat, karena semua makhluq telah ditetapkan batasannya oleh Pemberi rezki, dan bukan menjadi kewajiban da`i untuk memenuhi kebutuhan ummat dalam sisi ini atau  memikirkan fasilitas mereka, kalau memang ada yang mampu dan sedia mengulurkan tangannya untuk membantu meringankan beban mereka tanpa adanya ikatan-ikatan semacam yayasan dan sejenisnya sebagaimana yang dilakukan rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam dan para sahabatnya, maka itu merupakan amal sholih yang bisa diharapkan berlipat pahalanya bila dibarengi dengan keikhlasan dari pelakunya.

Adapun dengan terbentuknya yayasan maka terjadilah pemaksaan diri dari pengurus untuk memikirkan ini dan itu dalam rangka memenuhi kebutuhan anggota yayasannya atau yang di bawah kelolaannya, padahal mereka bukanlah orang yang mampu pada asalnya dan bukan pula atas kepedulian pribadi.

Bukankah melakukan perkara yang dimampui dan dengan kerelaan jiwa lebih sehat dan bersih dibandingkan dengan pemaksaan diri yang terkadang melampaui kekuatannya.

MELETAKKAN SESUATU BUKAN PADA POSISINYA.
Urusan da`wah dan ummat dalam bidang ilmu dan penyampaian adalah tugas yang mulia, bukan sembarang manusia diberi karunia Alloh untuk menempati posisi ini, Alloh  I berfirman :

+ اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ_  [الأنعام/124]

“Alloh lebih mengetahui di mana Dia meletakkan risalah-Nya.”

Adapun dalam kaidah yayasan siapa yang lihai dalam organisasi dunia (karena dia orang pernah belajar di bidang keorganisasian atau banyaknya pengalaman) walaupun tidak begitu mempuni dalam bidang dien bahkan mungkin orang yang kosong sama sekali dia bisa menempati posisi elit dan bisa mengatur urusan da`wah, begitu pula orang yang memiliki kantong tebal akan cepat menduduki posisi bidang pendanaan walaupun tidak memiliki bekal cukup untuk mengatur hartanya sesuai ilmu, karena tidak ada ceritanya kalau bendahara yayasan itu orang yang di bawah standar, dari sini jelas terlihat betapa jauhnya kondisi ini dengan kondisi salaf, jaman rosululloh  shallallahu ‘alayhi wasallam yang mengurusi urusan ekonomi adalah shahabat Bilal bin Robah rodhiyAllohu ‘anhu beliau tidak terkenal memiliki harta banyak akan tetapi memiliki ilmu kuat dan ketawakkalan tinggi, dan mengurusinya pun dengan penuh kesederhanaan.

Dari kondisi yang ada pada yayasan demikian adanya, akhirnya sulit bagi yang memiliki kewajiban amar ma`ruf dan nahi mungkar untuk melakukan operasinya, bila yang terjatuh ke dalam kemungkaran adalah orang gede di yayasan tersebut seperti yang pernah disampaikan kepada kami bahwa salah seorang pejabat teras yayasan masih belum bisa meninggalkan rokok atau televisi atau nyimpan uang di bank atau yang lainnya dari kemaksiatan, maka penasehat yayasan tidak bisa untuk membuka mulut dan mengucapkan kata-kata sindiran atas kesalahannya karena khawatir terhadap keutuhan yayasannya.

MEMINTA-MINTA BUKAN KARENA TERPAKSA.
Dan masalah ini bukan menjadi rahasia umum lagi bahkan kenyataan yang ada menunjukkan bahwa inilah di antara tujuan utama mendirikan yayasan, untuk memudahkan mencari dana, atau mempermudah urusan sosial, memberi kepercayaan kepada ummat  bahwa mereka dengan yayasan ini tidak menyia-nyiakan harta yang mereka tampung karena yang mengelola bukan satu orang saja, dst.

Akhirnya karena mereka memiliki wadah resmi untuk meminta-meminta, tidak sungkan-sungkan dan tidak merasa malu lagi untuk melakukan operasi ngemis dengan berbagai cara seperti: kotak amal, proposal, badan penerimaan zakat dll, bahkan kebanyakan mereka merasa bangga dan percaya diri bahwa amalan ini penuh pahala.

Tidak tahunya bahwa syari`at tidak memberi keluasan izin dalam masalah meminta-meminta, bahkan sangat amat sempit pintunya, seperti dalam hadits Qobishoh radhiyaAllohu ‘anhu di shohih(1) , padahal kita semua tahu bahwa perbuatan pengemis yayasan tidak termasuk salah satu dari tiga golongan yang mendapat izin syar`i.

Oleh karena harta hasil usaha ngemis yayasan adalah suhktun (kotor, harom) sesuai dengan hadits Qobishoh rodhiyAllohu ‘anhu ini. Lalu bagaimana da`wah yang mulia ini dibangun di atas keharoman, atau paling minim syubhat ??

Wahai para pengelola yayasan!! kalian letakkan di mana pelajaran `iffah ??, kalian letakkan di mana ilmu waro` dan zuhud ??  mana rasa malumu terhadap Alloh I  dan Rosul-Nya shallallahu ‘alayhi wasallam dan hamba-hambaNya yang sholih?? Apakah hanya dengan syubhat bolehnya memberi syafa`at atau pandainya seseorang mengolah kata atas dasar istihsaan, kalian tinggalkan hadits rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam ini ??? Atau karena ada keuntungan duniawi yang tak seberapa kalian berani melanggar ancaman-ancaman  Alloh I  ?? atau karena ada salah seorang alim yang tergelincir dalam kekeliruan, atau karena adanya fatwa yang miring dari kebenaran kalian campakkan fatwa rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam ??

Bertaqwalah kalian kepada Alloh atas kesalahan kalian yang tidak ringan ini, dan kembalilah ke jalan yang murni dan tengoklah kembali keberadaan kalian di dunia ini sebagai hamba yang seharusnya tunduk kepada aturan Yang telah menetapkan perkara dengan penuh hikmah dan arti.

BERMUDAH-MUDAH DALAM BERHUBUNGAN DENGAN BANK RIBAWI.
Satu pintu maksiat kalau sudah terbuka akan merambah ke mana-mana , apalagi kalau pelakunya merasa berada di atas jalan yang berpahala, dan dia tidak akan mengetahui bahwa perbuatan itu dosa kecuali dengan hidayah Alloh I lewat Rosul-Nya dan para pengemban syariat-Nya.

Apa yang sedang kita bicarakan adalah contoh kongkrit dan bukti akurat akan kebenaran kaidah di atas.

Setelah berusaha sekuat tenaga dan banting tulang memeras keringat untuk mendapatkan dana yayasan, dan tentunya sedikit banyak akan membuahkan hasil , bahkan sangat minim kalau yayasan agama ketika mengobralkan proposalnya memperoleh hasil yang tidak memadai, karena kebanyakan orang menganggap bahwa pengeluaran semacam itu adalah dalam rangka shodaqoh jariyah, akhirnya mereka tidak enggan-enggan mengeluarkan koceknya untuk yayasan agama, maka dari itu, setelah terkumpul dana yang lumayan besar akhirnya mereka diwaswasi shaithon atau diberi bayangan –bayangan yang berpandangan jauh seperti bisikan: harta sebanyak ini jangan langsung dihabiskan, karena barangkali bulan depan donatur sedang pailit dan tidak bisa lagi menyumbang, atau bisikan lainnya: agar lebih berbarokah dan lebih besar faedahnya bagaimana kalau dana ini untuk usaha dulu? Bisikan berikutnya: demi keselamatan harta ummat dari kehancuran entah itu hilang dicuri atau disikat perampok atau sebab yang lainnya maka lebih amannya kalau kita titipkan dibank dengan fatwa ulama fulan, karena kondisi ini mendesak, tentunya kita tidak mengambil bunganya karena itu kan harom.

Ya miskin begitu rapuhnya  iman kalian !!! sudah salah kalian  dalam mengumpulkan dunia kalian tambah lagi kerunyaman dengan memsukkannya ke dalam tempat terlaknat, pekerja terlaknat, saksi terlaknat , sekertaris terlaknat , pelanggan terlaknat , dan semua yang berkaitan dengan riba terlaknat.

Apa kalian kira bahwa yang terlaknat cuma pemakan riba belaka ?? camkan benar-benar hadits ini :

Dari Jabir radhiyAlloh ‘anhu berkata:

لعن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه وقال هم سواء. . [رواه مسلم ]

“Rasulullah telah melaknat para pemakan riba, dan orang-orang yang memberi makan orang lain dengan harta riba, dan yang menulisnya (pencatatnya), serta saksi-saksinya kemudian beliau bersabda ” mereka semua adalah sama ” (HR. Muslim).

Ketahuilah sesungguhnya orang-orang yang mendapat laknat pada hadits di atas bukanlah hanya pemakan ribanya saja bahkan termasuk (mendapat laknat) orang-orang yang memberi makan orang lain dengan harta riba, sebagaimana dalam musnad Imam Ahmad dengan lafadz (wa muth’imuhu) artinya “Dan orang-orang yang memberi makan orang lain dengan harta riba”. Maka dari manakah makan atau gaji para pegawai dan penjaga bank tersebut?! sudah tentu jawabannya “Dari para nasabah dan orang-orang yang bermu’amalah dengan bank tersebut, baik itu orang-orang yang menabung, menyimpan, menukar dan seterusnya dari kalangan orang-orang yang punya hubungan dengan bank.” Allohumma sallim sallim.

PENYALURAN HARTA TIDAK PADA TEMPATNYA.
Dari Khoulah Al Anshoriyyah  radhiyAllohu ‘anhu bahwa Rosulloh shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:

” إِنَّ رِجَالاً يَتَخَوَّضُونَ فِى مَالِ اللَّهِ بِغَيْرِ حَقٍّ ، فَلَهُمُ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “

“Sungguh banyak orang yang menghamburkan harta Alloh dengan tanpa haq (bukan pada jalan yang benar), maka mereka akan mendapatkan adzab neraka pada hari kiamat.” ]HSR : Bukhori(3118)[

Agaknya hadits ini sangat tepat diletakkan pada bab ini, karena banyak orang terjatuh kedalam kegelapan ini tanpa disadari, dan kelompok yang paling terdepan masuk urutan ini adalah ashabul jamiyyat (para pengelola yayasan) yang tidak bertaqwa kepada Alloh, adapun yang masih memiliki rasa takut akan ancaman Alloh maka lebih jauh dari hal itu walaupun tidak menutup kemungkinan terkena imbasnya.

Bukti nyatanya adalah dari awal mula mereka melakukan kegiatan ini adalah adanya unsur kedustaan, contohnya: mereka menetapkan anggaran dalam proposalnya melebihkan  target asalnya (istilahnya: “Mark up”) dengan alasan kebutuhan tak terduga, setelah itu memberi persenan  bagi tenaga kerja baik di lapangan atau intern dengan alasan a`amil, selanjutnya mereka tidak menghabiskan semua harta tersebut  sesuai isi permohonan, dengan alasan sebagai persediaan untuk kepentingan yang lebih penting, dan sebagainya.

Begitu pula gambaran di atas bisa terlihat pada perkara dibawah ini yaitu: kalau terjadi perselisihan antar pengurus (dan ini sangat mungkin terjadi) yang mengakibatkan keluarnya salah seorang dari mereka dari yayasan, yang barangkali keluarnya dia menjadi sebab hancurnya yayasan, lantas kalau bubar yayasan tersebut dikemanakan  harta yayasan ??? , siapa yang bertanggung jawab atas harta ummat ??, siapa pengelolanya setelah itu ?? siapa yang menanggung hutang yayasan kalau memiliki hutang ??  mana janji muluk mereka kepada donatur ?? mana bukti kejujuran mereka ??

Maka alangkah jauhnya apa yang dilakukan oleh rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam dengan apa yang dilakukan oleh para pengelola yayasan,  seperti dalam hadits Bilal bin Robah rodhiyAllohu ‘anhu dalam hadits yang panjang, didalamnya:

“Dan Rosulullohpun bermalam di masjid dan tidak masuk kedalam rumah, sampai terbagi seluruh harta yang datang kepada beliau, karena khawatir bila sampai ajalnya belum terbagi semuanya.” ]Hadits ini  di ٍShohih Musnad[

KESIBUKAN YAYASAN SERING MENGALAHKAN IBADAH DAN SUNNAH.

  • Sungguh  suatu kerugian besar apabila waktu banyak terbuang percuma untuk sesuatu perkara yang  tak menghasilkan pahala di sisi Alloh, walaupun tidak terkait dengan dosa, tentu lebih merugi bila yang menyita waktu kita adalah perkara dosa atau yang menjurus kepada dosa seperti urusan yang sedang kita bahas ini.Di mana telah terbukti bahwa kebanyakan pengurus yayasan habis waktu mereka untuk perkara yang telah kita sebutkan di atas kebobrokan-kebobrokannya.
  • Mereka mengganti waktu menimba ilmu dengan meminta-minta atau rapat ini dan itu, atau membangun ini dan itu, padahal masalah ilmu tidak ada yang bisa menandingi keutamaannya menurut salaf.
  • Mereka ganti waktu munajat dengan rihlat dan mencari hajat.
  • Mereka ganti waktu ibadah dan menyerahkan perkara kepada Alloh dengan mondar-mandir mencari sesuatu yang tidak berbarokah.
  • Berapa banyak para pengurus yayasan yang bertahun–tahun tinggal di tempat menuntut ilmu namun tidak mendapatkan siraman ilmu yang mencukupi atau sepantar dengan masa tinggalnya di tempat itu, berbeda dengan yang tidak memiliki kesibukan seperti kesibukan mereka, bukankah ini merupakan kerugian yang sangat besar.
  • Ketahuilah wahai para pengurus yayasan, keberadaanmu seperti itu membuat nilai ilmiyahmu sangat melorot dan tidak memiliki bobot di hadapan ummat, karena ummat tidak akan menimba ilmu kepada ketua yayasan fulan, atau sekretaris yayasan fulan dst, dan merekapun akan lari ketika ditanya suatu  masalah ringan dalam masalah dien karena merasa dirinya kosong dari ilmu dan tidak mampu memenuhi kebutuhan ummat dalam sisi ini, bukankah kedokmu terbongkar  wahai pengurus  ketika berhadapan dengan masalah ini, ummat di kampungmu menunggu ilmu dan fatwamu akan tetapi harapan mereka tinggalah harapan,  karena kamu terlalai dan terlena dengan kenikmatan mengurusi yayasan.

Kami kira perkara-perkara yang kami sebutkan di atas sangat jelas dan gamblang dan juga hal yang bukan asing lagi kebenarannya bagi yang menilainya dengan kejujuran dan tanpa tendensi hawa nafsu, adapun yang dihatinya penuh syubhat dan ketidakadilan dalam menilai masalah ini sesuai dengan kenyataan yang ada atau memandangnya tanpa pandangan syar`i  tentu  akan berkelit dan mencari-cari syubhat baru untuk membantahnya.

Adapun syubhat-syubhat yang mereka buat-buat seperti:

  • Yayasan hanyalah sekedar payung dan benteng untuk melindungi dakwah dari tuduhan dakwah sesat.
  • Yayasan hanyalah hanya  formalitas di depan pemerintah.
  • Yayasan cuma wasilah untuk memudahkan urusan.
  • Yayasan sekedar untuk mengenalkan kepada ummat akan dakwah ahlussunnah.
  • Yayasan adalah kewajiban dan kelaziman yang dibebankan oleh pemerintah kepada rakyatnya dan kalau kita tidak mentaati mereka berarti kita telah keluar dari dari tho`at kepada pemerintah.
  • Yayasan memiliki faedah yang besar dalam penyebaran dakwah.
  • Yayasan  menjadikan dakwah kita kuat dari rongrongan orang luar yang ingin menghancurkan dakwah karena telah memiliki hukum kuat  di pemerintahan.
  • Yayasan memberi kemudahan untuk peningkatan para pelajar kejenjang yang lebih tinggi karena sekarang tidak bisa belajar ke jami`ah (Perguruan Tinggi) atau belajar keluar negri kecuali kalau di bawah naungan suatu lembaga seperti yayasan.
  • Kami mendirikannya karena adanya fatwa dari para ulama.

Semua syubhat di atas adalah sekadar prasangka-prasangka rendahan dan kehawatiran-kehawatiran semu yang telah didustakan oleh yang orang-orang yang pernah terjun langsung bergelut dengan mereka.

Adapun bantahan  secara ilmu syar`i sebagai berikut :

` Alasan mereka bahwa yayasan sekedar payung yang menaungi untuk kesinambungan da`wah maka jawabannya adalah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala :

+ وَكَفَى بِاللَّهِ وَلِيًّا وَكَفَى بِاللَّهِ نَصِيرًا_ [النساء/45

“Dan cukuplah Alloh sebagai wali dan cukuplah Alloh sebagai penolong”

Dakwah ini adalah perintah Alloh kepada hamba-Nya, maka Dialah Yang akan menolong dakwah-Nya, kita hanyalah diperintahkan untuk menyampaikan syariat Alloh saja sesuai dengan tuntunannya, dan tidak perlu merekayasa cara baru demi dakwah, dan kalau kita telah menjalani tata cara yang telah  digariskan Alloh pasti Alloh akan menolong kita walaupun tidak spontanitas datangnya pertolongan Alloh sebagaimana yang telah dijalani oleh para Rosul, mereka tidak cari jalan lain ketika melihat ummat tidak menerima dakwahnya atau bahkan minta perlindungan kepada mereka agar dakwah tetap berjalan, sama sekali itu bukanlah metode para nabi dalam mengemban tugas berat ini.

Dikhawatirkan orang-orang yang menjadikan yayasan sebagai payung dan pelindung dakwah terjatuh kepada syirik walaupun kecil, karena ketawakkalan mereka dengan perkataan itu tergores dan turun derajatnya dari kesempurnaan.

Maka bagaimana kondisi mad`u kalau keadaan da`inya demikian adanya, tidakkah dia mendengar ketegaran para nabi ketika ditekan kaumnya:

+ وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ نُوحٍ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنْ كَانَ كَبُرَ عَلَيْكُمْ مَقَامِي وَتَذْكِيرِي بِآَيَاتِ اللَّهِ فَعَلَى اللَّهِ تَوَكَّلْتُ فَأَجْمِعُوا أَمْرَكُمْ وَشُرَكَاءَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُنْ أَمْرُكُمْ عَلَيْكُمْ غُمَّةً ثُمَّ اقْضُوا إِلَيَّ وَلَا تُنْظِرُونِ * فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَمَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِين_ [يونس/71، 72]

“Dan bacakanlah kepada mereka berita nabi Nuh ketika dia menyeru kaumnya: wahai kaumku jikalau kedudukanku dan peringatanku dengan ayat-ayat Alloh memberatkan kalian, maka ketahuilah bahwa hanyalah bertawakkal kepada Alloh, maka kumpulkanlah seluruh perkara dan serikat kalian semua kemudian perkara kalian tidak perlu disembunyikan, setelah itu tunaikanlah rencana kalian kepadaku dan tidak perlu menunggu-nunggu (untuk menunaikannya), adapun apabila kalian berpaling (dari dakwahku) maka ketahuilah bahwa aku tidaklah meminta upah kepada kalian, gaanjaranku hanyalah aku mohon kepada Alloh, dan aku diperintahkan untuk menjadi golongan orang yang memasrahkan diri (kepada Alloh).”

Dan berkata Nabiyyulloh Hud ‘alayhissalam  :

+قَالَ إِنِّي أُشْهِدُ اللَّهَ وَاشْهَدُوا أَنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ * مِنْ دُونِهِ فَكِيدُونِي جَمِيعًا ثُمَّ لَا تُنْظِرُونِ * إِنِّي تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ رَبِّي وَرَبِّكُمْ مَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آَخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ * فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ مَا أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَيْكُمْ وَيَسْتَخْلِفُ رَبِّي قَوْمًا غَيْرَكُمْ وَلَا تَضُرُّونَهُ شَيْئًا إِنَّ رَبِّي عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَفِيظٌ_  [هود/54-57]

“Aku bersaksi kepada Alloh dan saksikanlah oleh kalian semua bahwa berlepas diri dari apa yang kalian sekutukan dari selain Alloh, maka buatlah tipu daya untukku semua kemudian jangan kalian tunggu-tunggu (untuk menunaikannya), jikalau kalian berpaling maka aku telah sampaikan kepada kalian apa yang aku diutus untuk menyampaikannya kepada kalian, dan Robbku akan mengganti suatu kaum selain kalian, dan tidaklah (penolakan kalian) membahayakan Alloh sedikitpun, sesungguhnya Robku Hafidh (Penjaga) atas segala sesuatu.”

Lihatlah betapa tegarnya nabi Nuh ‘alayhissalaam  dan nabi Hud ‘alayhissalaam dalam menghadapi sikap keras kaumnya, tidak seperti para pengelola yayasan, belum apa-apa sudah nyerah dan tunduk dengan aturan mereka padahal belum ada secuil ancamanpun dari pihak mereka.

Demikian pula nabi-nabi yang lain sampai nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wasallam, tidak ada yang ciut hati menghadapi keganasan ummatnya yang berakibat meminta perlindungan atau payung pelindung dari mereka, bukankah meminta perlindungan kepada musuh menunjukkan kelemahannya.

Kami katakan bahwa “mereka itu musuh” secara umum saja, dari sisi ketidakcocokan mereka dalam menegakkan syariat bukan musuh secara fisik.

Dari situ jelaslah bahwa alasan mereka sekedar menjadikan yayasan sebagai payung dakwah adalah salah kaprah dan tidak masuk dalam kaidah dakwah yang berbarokah.

` Alasan mereka bahwa yayasan hanyalah hanya  formalitas di depan pemerintah dan cuma wasilah untuk memudahkan urusan.

Jawabannya adalah : perkara dakwah adalah ibadah dan ajakan kepada semua sifat mulia dhohiron wa bathinan, kalau kalian berkata yayasan hanyalah sekedar formalitas berarti telah melanggar tatanan syariat dari sisi kejujuran, karena seakan-akan kalian mengelabuhi pemerintah bahwa dakwah ini kayak begini di hadapan mereka adapun prakteknya tidaklah demikian, bukankah diterimanya dakwah Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam karena kejujuran beliau, lantas apa hasilnya kalau sang da`i begitu bermudah-mudah dalam berbohong???

Adapun ucapan kalian yayasan adalah sekedar wasilah itu adalah keliru sekali, karena wasilah haruslah yang sesuai syar`i, dan kami kira kita sependapat kalau wasilah dakwah itu tauqifiyah[6], lantas wasilah tauqifiyah apa yang kalian inginkan, karena sebagaimana telah lewat di atas bahwa tidak ada model yayasan di zaman Rosululloh sebagai sarana dan wasilah dakwah.

+هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ_ [البقرة/111]

` Alasan mereka bahwa yayasan sekedar untuk mengenalkan kepada ummat akan dakwah ahlussunnah.

Maka jawabannya: Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman :

+ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا _ [النساء/]

“Dan cukuplah Alloh sebagai saksi.”

Bukankah kita berdakwah karena mengharap wajah Alloh semata dan cukup Allohlah yang mengetahui bahwa kita telah menyampaikan dakwah-Nya sesuai dengan perintah-Nya, apakah jika kita berdakwah tanpa yayasan kemudian tidak diketahui masyarakat lantas dakwah itu salah, atau kalau suatu dakwah dengan yayasan dan dikenal masyarakat atau diidzinkan dan terdaftar di pemerintahan secara otomatis sebagai dakwah yang benar dan baik ?? Sejak kapan kaidah ini diterapkan dalam menentukan kebenaran dan kesalahan suatu perbuatan ??

` Alasan mereka bahwa yayasan adalah kewajiban dan kelaziman dari pemerintah.

Maka jawabannya adalah hadits ‘Aisyah  radhiyAllohu ‘anha:

قام رسول الله – صلى الله عليه وسلم – على المنبر فقال ” ما بال أقوام يشترطون شروطا ليست فى كتاب الله من اشترط شرطا ليس فى كتاب الله فليس له ، وإن اشترط مائة شرط “

Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam berdiri di atas mimbar seraya berkata : “ Kenapa ada beberapa kaum yang menetapkan syarat-syarat yang tidak terdapat di kitabulloh ??? barang siapa menetapkan suatu syarat yang tidak terdapat di kitabulloh maka tidak ada hak baginya untuk melaksanakannya (dalam suatu riwayat dengan lafadz : maka dia itu bathil) sekalipun seratus syarat ». (HSR Al Bukhori (2735))

Itupun kalau khabarnya benar bahwa bahwa pemerintah melarang melakukan kegiaatan rohani (agama) kecuali harus di bawah wadah yang menaungi, akan tetapi pada kenyataanya tidaklah demikian, buktinya berapa banyak kajian-kajian dien yang dilakukan oleh kiayai-kiyai kampung atau pondok-pondok klasik (tradisional) atau da`i-da`i masjid di kampung bahkan di kota tak memiliki yayasan yang menaunginya  tetap saja eksis dan berjalan tanpa ada hambatan, karena yang menginginkan kajian tersebut adalah masyarakat sendiri, demikian pula mereka yang suka hilir mudik menenteng panci dan kompor keliling dunia untuk berdakwah kepada kejahilan (JABLEG alias Jamaah ndableg) tak satupun mereka memiliki wadah model yayasan ketika menjalankan aksinya walaupun mungkin di pusat kegiatannya ada semacam wadah, itu semua menunjukkan bahwa prasangka mereka bahwa pemerintah melazimkan adanya yayasan bagi sebuah lembaga dakwah adalah kekhawatiran yang dibuat-buat, hasil dari dangkalnya ketawakkalan da`i, apa kalian rela wahai para ustadz salafi bila dikatakan lebih penakut dan terlalu banyak was-was serta terlalu menggantungkan keselamatan dakwah kepada yayasan di bawah pemerintah daripada jamaah sesat di atas ???

Kami ingin bertanya: Apa hukum mendirikan yayasan secara syar`i ?? wajibkah atau sunnahkah atau sekedar mubah (boleh) ?? ataukah  lebih baik ditinggalkan atau ketidakadaannya lebih baik daripada adanya ?? kalau itu wajib berarti mereka yang TIDAK mendirikan yayasan berdosa dong karena meninggalkan perkara  yang wajib, kalau jawabannya sunnah berarti para salaf semua meninggalkan sunnah, kalau mubah ngapain kita sibuk dengan perkara yang tidak berpahala bahkan meninggalkan sebagian sunnah yang berpahala. Kalau memang utamanya ditinggalkan kenapa kita mati-matian membela yang sebaiknya ditinggalkan dan tidak berusaha untuk mengambil yang afdhol dan membuang jauh-jauh yang tidak afdhol, maka tidak ada pilihan lain kecuali harus mengikuti salaf kalau kita ingin mendapatkan barokah dakwah.

` Alasan mereka bahwa yayasan memiliki faedah yang besar dalam penyebaran dakwah.

Sanggahannya: Itu benar yang memiliki sudut pandang duniawi belaka, adapun yang melihatnya dengan kacamata ilmu dan kejujuran serta meninjaunya dari segala sisi,  baik dari sisi manfaat atau dari  sisi madhorrot seperti yang telah kita paparkan sebagiannya niscaya dia akan mengatakan sebagaimana Alloh I  mengatakan tentang khomr dan judi:

+ يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا _ [البقرة/219]

“ Mereka bertanya kepadamu tentang khomr dan judi , jawablah : bahwa didalam keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia , akan tetapi dosa yang terkandung didalamnya lebih besar daripada manfaatnya”.

Bahkah boleh dikatakan bahwa satu saja dari madhorrot-madhorrot yang tersebut di atas tidak bisa ditebus dengan manfaat besar yang diduga ada dalam yayasan, karena asal-usulnya saja sudah muhdats dan perkara muhdats itu sebagai penghambat terkabulnya amalan, belum lagi kabair–kabair lainnya seperti tasawwul dan tasyabbuh, itu semakin membuat sirnanya faedah yang terkandung didalam yayasan.

Dari situ jelaslah kesalahan fatal ucapan Askari dalam judul makalahnya: ”Mendulang Berkah dengan membuat yayasan salafiyah” , barokah apa yang bisa didulang dari perkara bid`ah dan salah lagi penuh maksiat dan sejak kapan ada yayasan salafiyyah ?? sahabat siapa ? tabi`in siapa ?? imam mujtahid siapa ?? pada tahun berapa mereka memulainya ?? Hati-hati wahai ustadz menisbatkan kepada salaf hal  yang tidak ada pada mereka.

` Anggapan mereka bahwa yayasan menjadikan dakwah kita kuat dari rongrongan orang luar yang ingin menghancurkan dakwah karena telah memiliki hukum kuat  di pemerintahan.

Bantahannya : Telah lalu jawabannya pada soal pertama, dan sebagai  tambahan dari apa yang telah lewat, bahwa itu sama sekali tidak menjamin keutuhan dakwah karena kemaksiatan tidak akan menjadikan keadaan aman dan tentram bahkan menjadikan kondisi runyam, taruhlah sekarang pemerintah mengidzinkan yayasan tersebut berdiri karena sedang mencocoki kemauan mereka yang bertentangan dengan syariat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan keadaan akan berbalik karena aturan mereka telah berubah atau ada salah satu sebab yang membuat pemerintah berang kepada yayasan tersebut dan dengan mudahnya pemerintah akan menutupnya dan memblokirnya karena merasa memiliki kuasa, atau kalau tidak ya mengancamnya dengan ancaman dan memberi tambahan syarat sehingga dakwah lewat yayasan ini menjadi sangat hina dan tak memiliki `izzah, lain halnya dengan dakwah yang tidak terikat dengan aturan–aturan manusia bahkan semua perkaranya dipasrahkan keapada Alloh dan dikembalikan permasalahannya kepada kitab dan sunnah maka akan terhindar dari tekanan-tekanan aturan mereka, dan Alloh yang akan menjaganya, kalau toh terjadi sesuatu pada dirinya semua dikembalikan kepada Alloh dengan tanpa menambah dosa dan hina.

Kalau negara saja bisa hancur kapan saja Alloh menghendaki, apalagi sekedar yayasan yang berlindung pada Negara. Kalau memang dakwah kalian adalah Salafiyyah, ikutilah salaf dengan murni dan konsekuen, baik dari segi metodenya, maupun dari pemurnian tawakkal dan berlindung pada Alloh Al ‘Azizul Qohhar.

` Anggapan mereka bahwa yayasan memberi kemudahan untuk peningkatan para pelajar ke jenjang yang lebih tinggi karena sekarang tidak bisa belajar ke jami`ah (Perguruan Tinggi) atau belajar keluar negri kecuali kalau di bawah naungan suatu lembaga seperti yayasan.

Jawabannya : ini alasan yang tidak memiliki bobot ilmiyah salafiyah, dan bukti yang paling kuat adalah betapa banyak mereka diberi ilmu oleh Alloh dan berbarokah ilmunya tanpa melewati model yayasan,  atau jam’iyyah, atau jami`ah, bahkan ilmu mereka lebih mumpuni dan mendapat kepercayaan lebih dari ummat daripada yang melewati model yayasan, karena dia langsung dididik oleh seorang yang syaikh tanpa campur tangan dari pemerintah. Dan lebih berbarokah karena jauh dari kungkungan muhdatsat, maksiat dan tasyabbuhat atau yang lain, dan juga karena belajarnya benar-benar  karena mengharap wajah Alloh semata  dan ilmu yang bermanfaat, sementara mereka yang belajar lewat model yayasan, kebanyakan karena adanya tujuan duniawi yang menyertainya baik itu ijazah atau pangkat atau masa depan yang cerah, di mana sekembalinya dia dari menuntut ilmu sudah disiapkan area oleh yayasan.

Adapun alasan bahwa dengan yayasan memudahkan para pelajar untuk meningkatkan keilmuannya dengan rihlah ke luar negri maka itu adalah alasan yang dibuat-buat , buktinya Dammaj, tidak ada syarat-syarat yang mereka sebutkan dan sangat mudah sekali untuk sampai ke sana, asalkan dia itu sunni beradab dan semangat belajar maka silakan datang bagi yang mampu tidak perlu lewat yayasan atau yang sejenisnya.

Alasan mereka : Kami mendirikannya karena adanya fatwa dari para ulama dan juga ada sebagian ulama yang memiliki yayasan.

Jawabannya : Alloh I berfirman :

+ اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ _ [الأعراف/3]

« Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian oleh Rob kalian dan janganlah mengikuti dari selainnya sebagai para wali (yang di ikuti). »

Dan Rosululloh shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda :

ليس أحد إلا يؤخذ من قوله ويترك، إلا النبي صلى الله عليه وسلم.

” Tidaklah seorangpun diambil dan ditinggalkan perkataannya kecuali Rosululloh .“ ( Hadits Shohih secara marfu kepada Nabi dari Ibnu ‘Abbas diriwayatkan oleh Thabrani di Mu’jamil Kabir (1/33 ), dari jalan Ibnu Dinaar dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas marfu’an dari Nabi ﷺ . Dan dari perkataan Mujahid di Hilyatul Auliya’ (2/31 ))

Dan bukankah ulama juga diperintahkan mengikuti dalil, dan mereka bukan ma`shum suatu saat benar dan pada saat lain keliru.

Dan juga fatwa yang mereka sampaikan adalah sebatas pertanyaan yang terlihat dan terpahami pada dhohirnya, adapun pada hakekat sebenarnya bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang di tanyakan, contohnya saja dalam masalah yang sedang kita bahas, adakah si penanya menyebutkan secara rinci yayasan yang ditanyakan, baik dari sisi madhorrot atau manfaat, dan sudahkah ulama yang ditanya diberitahu  gambaran kegiatan yang dilakukan oleh yayasan dengan rinci , atau AD/ART nya, agar membuahkan jawaban yang seeuai dengan syari`at ???

Kami yakin kalau mereka mengetahui secara pasti sepak terjang yang dilakukan yayasan atau akibat yang terlahir darinya dan kemaksiatan yang muncul darinya tentu tidak akan jauh fatwanya dengan jawaban ulama yang melarangnya .

Adapun alasan mereka bahwa ada ulama yang memiliki yayasan maka jawabannya adalah : perbuatan seseorang selain nabi bukanlah hujjah yang kuat kalau munculnya dari ijtihad mereka karena perbuatan mereka harus ditinjau pada dalilnya bukan dalil yang harus menyesuaikan ulama.

Lagi pula kita sangat husnuzhzhon kepada mereka (kalau ada yang memiliki yayasan) bahwa sistim kerjanya dilakukan dengan bimbingan ilmu mereka  yang memadai, walaupun bukan suatu hal yang tabu kalau mereka bisa dan mungkin tergelincir dari jalan yang benar walaupun tetap mendapatkan satu pahala atas ijtihadnya, adapun para pengurus yayasan yang ada sekarang adalah seperti yang telah lewat dalam pembahasan yakni orang yang sangat minim dalam ilmu dien atau mereka yang masih banyak terpengaruh dengan ilmu lamanya sebelum mengikuti pemaham salaf, sehingga tidak ragu lagi bahwa aturan dan metode kerjanya sangat berlawanan dengan tatanan syariat yang benar.

(lihat lebih rinci dalam kitab : “Al Jam`iyaat Harokaat Bila barokat” karya : Abul Husain Muhammad Al – Jaawy yang insya Alloh akan segera terbit)

SOLUSI

` Kalau memang dakwah dengan memakai yayasan tidak ada salafnya bakan terlalu banyak salahnya lantas bagaiman mereka berdakwah, dan apa solusinya ketika kita membutuhkan terwujudnya suatu pondok umpanya atau majlis ta`lim secara umum ??

Adapun metode dakwah salaf adalah sangat sederhana sekali yaitu menyampaikan ilmu yang dia kuasai kepada yang menginginkannya dengan ikhlash tanpa menarik upah, tanpa ikatan dinas tanpa pamrih tanpa harapan terkenal tanpa mengorbankan kemuliaan diri di hadapan pemerintah.

Yang mereka inginkan adalah agar semua manusia bisa beribadah kepada Alloh dengan benar dan terhindar dari kesesatan.

` Adapun solusi dari masalah yayasan dan semua masalah adalah firman Alloh  I :

+ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا _ [الطلاق/2، 3]

Dan firman Alloh I :

+ فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُم_ [التغابن/16]

` Ajari manusia semampu kita, karena tidak harus memiliki pondok atau harus memiliki masjid sendiri, kalau memang diberi kemampuan oleh Alloh untuk memilikinya tanpa ini dan itu maka banyak bersyukurlah, dan kalau memang tidak diberi kemampuan maka teruslah berdakwah dengan sarana yang telah Alloh mudahkan seperti lewat tulisan, lewat surat menyurat, lewat kaset, lewat telpon lewat internet dst yang tidak menyelisihi syariat.

Mulailah dalam dakwah dari keluarga kita terlebih dahulu, anak, istri, bapak, ibu, kakak, adik, dan semua keluarga dekat atau jauh, kemudian beranjak ke tetangga dan masyarakat sekeliling kita dan kepada siapa saja bisa didakwahi .

` Ajari mereka di masjid kalau memungkinkan, kalau tidak ya di manapun tempat bisa berdakwah, di rumah, di kebun, di ladang, di sawah, di lapangan, di pinggir jalan, di rumah sakit, di mobil , di pasar, kalau ada yang berziarah ke rumah, kalau ada hubungan dagang atau lainnya, yang jelas di manapun ada kesempatan dan memungkinkan untuk menyampaikan ilmu maka sampaikanlah dengan penuh hikmah dan rohmah, dan jangan sering memutus pelajaran.

Ajari mereka tauhid, aqidah shohihah, kitabulloh dan sunnah, didik mereka dengan adab syar`i dan tatanan-tatanan dien hanief.

` Semangati mereka untuk menghafal Al-Qur`an, menghafal sunnah, memahami pelajaran, dan menyampaikannya bila telah mampu.

` Beri mereka contoh dalam beramal dengan sunnah dan ilmu, ajak mereka sholat berjamaah, menyebarkan salam, berpakaian secara syar`i, berbicara denga jujur dan benar, berakhlaq mulia, bersabar menghadapi ujian dengan terus memohon kepada Alloh taufiq dan hidayah-Nya.

` Jauhkan majlis kalian dari pembicaraan masalah dunia kecuali seperlunya, dan jangan sampai kamu menengadahkan muka dan tanganmu kepada harta mereka, jaga ‘izzahmu (kemuliaanmu) dengan iffah (penjagaan diri dari meminta-minta dsb).

` Hindari penyebutan perkara wanita dan yang menjurus ke sana kecuali dalam batasan ilmu, hindari menyebutkan masalah pemerintah yang mengarah kepada huru-hara .

` Tegakkan amar ma`ruf nahi mungkar dengan penuh hikmah dan ketegasan di majlis kalian, dan banyak dzikrulloh dan sholawat kepada nabi r agar barokah, sakinah dan malaikat rohmah turun di majlis.

` Jauhi sekuat mungkin bermujalasah dengan ahli bid`ah, hizbi, ahlul maksiat, ahlu dunia, para pengangguran, penguasa, dan orang-orang yang tidak mementingkan perkara dien karena mereka adalah teman duduk yang bisa membuat penyakit hati.

` Banyak berdoa kepada Alloh untuk keselamatan dienmu, dan keluargamu, untuk hidayah mad`umu dan kokohnya mereka dalam dien, banyak bertobat atas dosa-dosamu dan kesalahan–kesalahanmu.

` Jangan merasa gengsi untuk rujuk dari kesalahan atau mengatakan secara jujur kalau tidak menguasai suatu masalah dengan mengatakan «Allohu A`lam»  atau «aku tidak tahu» , atau «aku tidak paham» karena itu semua adalah menunjukkan sifat  ketawadu`anmu.

` Jangan merasa bangga bila dakwahmu mendapat respont baik dari ummat, karena itu semua adalah karunia Alloh semata bukan karena kepandaian dan kehebatanmu dalam berdakwah, bahkan banyaklah bersyukur dan memuji Alloh atas nikmat ini.

` Dan jangan merasa sedih serta kecil hati apabila mereka tidak begitu menanggapi dakwahmu selama kamu berada di atas jalan yang lurus, karena Alloh tidak akan mensia-siakan usahamu, dan cukuplah pahala Alloh yang kamu raih, karena Alloh tidaklah meridhoi kecuali yang benar dan ikhlash bukan sekedar banyak pengikutnya, bahkan kalau ada yang mengikutimu walaupun beberapa gelintir tetapi mereka istiqomah di atas al-haq, kamu sungguh telah sukses dalam berdakwah, bahkan sekalipun yang berdakwah di atas al-haq tidak memiliki pengikut sama sekali dan dia bertemu Alloh dalam istiqomah sungguh telah beruntung.

` Dan  awas jangan mencari jalan pintas demi mencari paras dengan meninggalkan nash, karena mereka bila sampai mengikutimu dalam keadaan  lepas, bisa menyebabkanmu di akherat  menjadi orang yang nasibnya paling memelas.

` Ketahuilah bahwa dien ini milik Alloh dan Dialah yang akan menjaganya, maka pasrahkanlah segala perkaramu kepada-Nya dan jangan sampai terluputkan sedikitpun bergantung kepada-Nya.

Semoga solusi ini bisa memberi siraman hati dan menjadi pemacu untuk lebih berhati-hati dalam meniti jalan ilaahi. Wallohul muwaffiq.


[1] Al-Mausu’at Al-Muyassarah fi Al-Adyan wa Al-Madzahib wa Al-Ahzab Al-Mu’asharah, terbitan An-Nadwah Al-‘Alamiyyah li Asy-Syabab Al-Islamiyyah (juz 2 hal. 1048).

[2] Syaikhuna Al-‘Allamah Abu Abdurrahman Yahya bin Ali Al-Hajury telah ditanya tentang masalah ini. Si penanya berkata: “Kami mempunyai yayasan yang dibangun untuk menopang dakwah. Setelah kami tahu bahwa hal itu bid’ah, kami ingin mengingkarinya, tetapi kami berbeda pendapat tentang metode dalam mengingkari kemungkaran tersebut. Sebagian dari kami berkata: “Kita tangguhkan perkara ini sampai kita mempelajari bagaimana cara mengingkarinya dan mempelajari metode dakwah. Kemudian bila kita sudah kembali ke negeri kita, akan kita dakwahi mereka dengan cara yang paling baik.” Yang lainnya berkata: “Menunda penjelasan pada saat diperlukan hukumnya haram, bahkan sebaliknya kita harus mengirimkan kepada mereka kaset-kaset, risalah-risalah dan perkataan para ulama’, karena kita tidak tahu kapan datangnya maut yang dengannya putuslah kesempatan.” Kami mohon ditunjukkan mana cara yang paling tepat.” Dijawab oleh beliau –hafidhahullah-: “Apabila kalian telah mengetahui kemungkaran-kemungkaran padanya yang berkaitan dengan syari’ah, maka ingkarilah itu sebelum kepulangan kalian atau setelahnya. Lafadz mu’assasah adalah lafadz yang umum, terkadang berarti persekutuan mereka namakan perserikatan, karena didirikan dari para serikat. Tetapi penggunaan kata mu’assasah untuk da’wah bid’ah, tidak ada pada zaman dahulu mu’assasah Sufyan Ats-Tsauri, mu’assasah Ibnul Mubarak, mu’assasah fulan dan fulan, sama sekali. Mereka menamakannya dakwah, qaul, ra’yu, madrasah ahli ra’yi, daar dan sebagainya. Ini (mu’assasah) adalah salah satu dari kalimat umum yang dimasukkan ke dalam dakwah. Mereka menamakannya mu’assasah, padahal yang mereka maksudnya adalah jam’iyyah. Mereka memaksudkan ini dan itu. Maka apabila kamu mendapati kemungkaran, ingkarilah dengan pengingkaran yang sesuai dengan syari’at selagi kalian ada di tempat tersebut atau setelah kalian pergi, untuk melepas tanggung jawab.

Oleh karena itu, Syaikh Muqbil rahimahullah menamakan ma’hadnya “Darul Hadits” dan tidak menamakannya “yayasan” sejak dulu, tidak pula “jam’iyyah” tetapi beliau menamakan “Darul Hadits” dan “Markazul Hadits” dan semisalnya. Mereka (para hizbiyyun) berusaha menarik ahlus sunnah kepada mereka walaupun dalam hal nama. Mereka berusaha menarik ahlus sunnah kepada mereka walaupun hanya dengan menggunakan kata-kata yang bermakna global, sehingga apabila kamu ingkari mereka, kamu katakan: “Pada kalian ada jam’iyyah.” Mereka akan menjawab: “Pada kalian ada yayasan, itu juga tergolong jam’iyyah. Yayasan adalah lembaga yang didirikan jam’iyyah juga demikian.” Hal yang seperti ini tidak benar. Apabila kalian mengungkapkan, ungkapkanlah dengan kata jam’iyyah, tinggalkan kata yayasan, kata yang terbuka dan luas maknanya. Kalau itu jam’iyyah katakanlah jam’iyyah, kalau syirkah berserikat di dalamnya orang-orang dalam jual beli mobil, toko, makanan kaleng dan semisalnya. Tidak apa kalau dinamakan yayasan atau dinamakan dengan lainnya, akan tetapi umumnya semua ini dinamakan jam’iyyah. Apabila mereka ingin menyamarkannya mereka katakan yayasan, padahal hakikatnya jam’iyyah. Mereka menginginkan dengannya untuk memperindah penampilan. Dahulu ada yayasan Al-Haramain dan itu adalah jam’iyyah. Mereka menamakannya yayasan, padahal hakikatnya jam’iyyah, hartanya disimpan di bank-bank dan padanya ada hal-hal yang telah diketahui bersama. Di banyak tempat, apabila gagal dalam hal jam’iyyah, mereka ganti nama yayasan, apabila nama yang sudah menjadi mungkar di kalangan manusia tidak membuahkan hasil, mereka mengatakan: “Ganti nama!” padahal tujuannya satu. (Fatwa ini direkam pada malam Senin tanggal 19 Ramadhan 1428H)

[3] Al-Mausu’ah Al-Muyassarah (juz 1 hal . 500).

[4] Manhaj Al-Madrasah Al-Aqliyyah.

[5] Jamaluddin dan Muhammad Abduh, keduanya berpaham Masuuny. Adapun Muhammad rasyid Ridha, dia tergelincir dari kebenaran, kitabnya “Al-Mannar” lebih dekat kepada kesalahan. Lihat “Tuhfatul Mujib” (hal. 211) dan “Al-Majruhiin ‘inda Al-Imam Al-Wadi’i” (hal. 64).

(1) Qobishoh rodhiyAllohu ‘anhu berkata “Suatu ketika aku terbebani suatu tanggungan, kemudian aku pergi menemui Rasulullah meminta bantuan untuk menutupinya, maka beliaupun bersabda “Tinggallah dulu di sini sampai nanti datang shodaqoh, agar kami berikan untukmu“. dia berkata, kemudian Rasulullah bersabda lagi:  “Wahai Qobishoh, sesungguhnya meminta-minta itu tidak dihalalkan kecuali bagi salah satu di antara tiga orang:

Yang pertama: seseorang yang memiliki beban  yang sangat berat maka boleh baginya untuk meminta-minta sampai dia terbebaskan dari tanggungan tersebut, kemudian berhenti dari meminta-minta,

Yang kedua: seseorang yang tertimpa mushibah besar sehingga mengakibatkan hartanya habis, maka boleh baginya meminta-minta sampai dia mampu menutupi kebutuhannya atau hajatnya,

Yang ketiga: seseorang yang tertimpa kefakiran dan disaksikan oleh tiga orang dari pembesar kaumnya maka boleh baginya meminta-minta, sampai tertutupi kebutuhannya, maka adapun yang selain mereka wahai Qobishoh adalah harom, dan yang melakukannya adalah memakan harta yang harom,” (hadits riwayat Muslim).

[6] Sampai-sampai kalian dan kita semua mempopulerkan kitab “Al Hujajul Qowiyyah ‘ala Anna Wasa’ilad da’wah Tauqifiyyah” karya Syaikh Abdul Karim bin barjas -rohimahulloh-, Alhamdulillah.

Tinggalkan Balasan Ash Habul Hadits